KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan karya tulis
ini tepat pada waktunya yang berjudul “KEPEMIMPINAN DALAM MANAJEMEN BERBASIS
SEKOLAH”
Penulis
menyadari bahwa karya tulis ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu penulis
harapkan demi kesempurnaan karya tulis ini.
Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG........................................................................................ 1
1.2 RUMUSAN
MASALAH ................................................................................... 2
1.3 TUJUAN.............................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi,
Makna, dan Persyaratan Kepemimpinan............................................... 4
2.2 Manajemen
dan Kepemimpinan........................................................................... 13
2.3 Gaya Kepemimpinan........................................................................................... 15
2.4 Kepemimpinan
dalam Peningkatan Kinerja......................................................... 21
2.5 Kepemimpinan
Kepala Sekolah Dalam Konteks MBS........................................ 25
2.6 Kepemimpinan
Kepala Sekolah Yang Efektif..................................................... 27
2.7 Tipe-Tipe
Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Pelaksanaan
MBS.................. 28
2.8 Peran Kepala Sekolah Dalam Pelaksanaan MBS................................................. 29
2.9 Keterampilan
Kepemimpinan Kepala Sekolah..................................................... 31
2.10
Kepemimpinan Transformasional Dalam
Kerangka MBS...................... 33
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan.......................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan konsep pengelolaan
sekolah yang ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di era desentralisasi
pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah diharapkan mampu menjawab tantangan
jaman dan ekpektasi negara, masyarakat, serta keluarga terhadap sekolah. Untuk
mewujudkan harapan terhadap sekolah dan persekolahan tersebut, maka masih
dibutuhkan beberapa faktor pendukung lainnya, antara lain adalah faktor
pemimpin atau kepemimpinan yang mampu mengarahkan sebuah visi menjadi misi
bersama.
Pada era otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan muncul
kebijakan program dari Departemen Pendidikan Nasional, yaitu Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS). Program ini merupakan
upaya peningkatan mutu pendidikan melalui pendekatan pemberdayaan
sekolah dalam mengelola institusinya. Munculnya
gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan
pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk
dapat mengelola sekolah secara mandiri. Umumnya dipandang bahwa para kepala
sekolah merasa nirdaya karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan
terhadap konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin
pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang
menumpulkan kreativitas berinovasi.
Kepemimpian
merupakan suatu hal yang sangat penting dalam manajemen berbasis sekolah.
Kepemimpinan berkaitan dengan masalah kepala sekolah dalam meningkatkan
kesempatan untuk mengadakan pertemuan secara efektif dengan para guru dalam
situasi yang kondusif. Perilaku kepala sekolah harus dapat mendorong kinerja
para guru dalam menunjukkan rasa bersahabat, dengan dan penuh pertimbangan
terhadap para guru, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Perilaku
instrumental merupakan tugas-tugas yang berorientasikan dan secara langsung
diklarifikasi dalam peranan dan tugas-tugas para guru, sebagai individu dan
sebagai kelompok. Perilaku pemimpin yang positif dapat mendorong kelompok dalam
mengarahkan dan memotivasi individu unutk bekerja sama dalam kelompok dalam
rangka mewujudkan tujuan organisasi.
Namun pada
prakteknya, Kepala Sekolah sebenarnya
merupakan aktor yang paling diharapkan berperan sebagai pemimpin dalam MBS
untuk mewujudkan visi menjadi misi yang feasible
bagi peningkatan pelayanan dan kualitas sekolah. Pihak-pihak lain seperti,
komite sekolah, para guru, orangtua, dewan pendidikan dan dinas pendidikan
diharapkan menyumbang pada pengembangan kepemimpinan kepala sekolah dalam hal, penilaian,
tantangan, dan dukungan.
2.2
Rumusan Masalah
Masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apakah definisi, makna, dan persyaratan
dari kepemimpinan dalam MBS ?
2.
Apakah perbedaan antara Manajemen dan
Kepemimpinan ?
3.
Apakah yang dimaksud dengan gaya
kepemimpinan dan bagaimana untuk memahami gaya kepemimpinan tersebut ?
4.
Jelaskan kemampuan yang harus dimiliki
kepala sekolah dalam melaksanakan MBS di dalam peningkatan kinerja ?
5.
Sebutkan peranan kepemimpinan kepala sekolah
dalam konteks MBS ?
6.
Sebutkan tipe-tipe kepemimpinan kepala
sekolah dalam MBS ?
7.
Apa saja yang merupakan kriteria
kepemimpinan kepala sekolah yang efektif
dalam MBS tersebut ?
8.
Jelaskan keterampilan yang harus dimiliki
oleh pemimpin yang efektif ?
9.
Jelaskan Kepemimpinan Transformasional
Dalam Kerangka MBS ?
2.3 Tujuan
Tujuan makalah ini adalah :
1.
Mengetahui definisi, makna, dan
persyaratan dari kepemimpinan dalam MBS.
2.
Mengetahui perbedaan antara Manajemen
dan Kepemimpinan.
3.
Mengetahui dan memahami gaya
kepemimpinan dalam MBS.
4.
Mengetahui kemampuan yang dimiliki oleh
kepala sekolah dalam melaksanakan MBS di dalam peningkatan kinerja.
5.
Mengetahui peranan kepemimpinan kepala
sekolah dalam konteks MBS.
6.
Mengetahui tipe-tipe kepemimpinan kepala
sekolah dalam MBS.
7.
Mengetahui kriteria kepemimpinan kepala
sekolah yang efektif dalam MBS.
8.
Mengetahui keterampilan yang dimiliki
oleh pemimpin yang efektif.
9.
Mengetahui Kepemimpinan Transformasional
Dalam Kerangka MBS
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi,
Makna, dan Persyaratan Kepemimpinan
Salah
satu syarat keberhasilan sekolah yang menerapkan format kerja MBS adalah kemampuan
kepemimpinan kepala sekolah. Apakah kepemimpinan itu ?. kepemimpinan merupakan
sebuah fenomena universal. Siapapun menjalankan tugas-tugas kepemipinan, ketika
dalam tugas itu dia berinteraksi dan mempengaruhi orang lain. Bahkan dalam
kapasitas pribadi pun, di dalam diri pribadi itu ada kapasitas atau potensi
pengendali yang pada intinya memfasilitasi seseorang untuk dapat memimpin
dirinya sendiri. Kepemimpinan merupakan sebuah fenomena yang kompleks sehingga
amat sukar untuk dibuat rumusan yang menyeluruh tentang arti kepemimpinan. Oleh
karena itu, tidak ada satu definisi kepemimpinan pun dapat dirumuskan secara
sangat lengkap untuk mengabstraksikan perilaku sosial atau perilaku interaktif
manusia di dalam organisasi yang memilki regulasi dan struktur tertentu, serta
misi yang kompleks.
Definisi pengembangan
kepemimpinan (leadership development)
adalah perluasan kapasitas sesorang untuk menjadi efektif dalam peran dan
proses kepemimpinan. Peran dan proses kepemimpinan merupakan peran dan proses
yang memungkinkan kelompok orang dapat bekerja bersama dengan cara yang
produktif dan bermanfaat. Ada tiga hal penting dalam definisi pengembangan
kepemimpinan ini, yaitu :
1. Pengembangan
kepemimpinan diarahkan pada pengembangan kapasitas inividu, atau tujuan
utamanya adalah kapasitas individu
2. Apa yang
membuat seseorang efektif dalam peran dan proses kepimimpinan. Setiap orang
dalam kehidupannya harus mengambil peran dan berpartisipasi dalam proses
kepemimpinan agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya dalam masyarakat
sekitarnya, oragnisasi dimana mereka bekerja, kelompok professional dimana
mereka diakui keberadaannya, tetangga dimana mereka bermasyarakat, dan
seterusnya.
3. Individu
dapat memperluas kapasitas kepemimpinannya. Kuncinya adalah bahwa setiap orang
bisa belajar, tumbuh dan berubah (Cynthia D. McCauley, Russ . Moxley, Ellen Van
Velsor, 1998:4)
Untuk mendapatkan
gambaran tentang arti kepemimpinan, berikut ini di kemukakan beberapa definisi
kepemimpinan menurut para ahli D.E. McFarland (1978) mengemukakan bahwa
kepemimpinan adalah suatu proses dimana pemimpin dilukiskan akan memberi perintah
atau pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam
memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. J.M. Pfiffner (1980)
mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah
seni mengoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Oteng Sutisna (1983) mengemukakan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan mengambil inisiatif dalam situasi sosial untuk
menciptakan bentuk dan prosedur baru, merancang dan mengatur perbuatan, dan
dengan berbuat begitu membangkitkan kerja sama ke arah tercapainya tujuan.
Beberapa
definisi tersebut memberi gambaran yang cukup luas dan mendalam tentang
kepemimpinan. Beberapa rumusan lain yang dapat ditarik dari definisi tersebut
adalah sebagai berikut.
1.
Kepemimpinan adalah setiap perbuatan
yang dilakukan individu atau kelompok untuk mengoordinasi dan memberi arah
kepada individu atau kelompok yang tergabung di dalam wadah tertentu untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
2.
Aktivitas kepala sekolah antara lain
terjelma dalam bentuk memberi perintah, membimbing dan memengaruhi kelompok
kerja atau orang lain dalam rangka mencapai tujuan tertentu secara efektif dan
efisien.
3.
Aktivitas kepala sekolah dpat dilukiskan
sebagai seni (art) dan bukan ilmu (science) untuk mengoordinasi dan memberi
arah kepada anggota kelompok dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu.
4.
Memimpin adalah mengambil inisiatif
dalam rangka situasi sosial (bukan perseorangan) untuk membuat prakarsa baru,
menentukan prosedur, merancang perbuatan dan segenap kreativitas lain, dan
karena itu pulalah tujuan organisasi akan tercapai.
5.
Pimpinan selalu berada dalam situasi
sosial sebab kepemimpian pada hakikatnya adalah hubungan antara individu dan
individu atau kelompok dan individu dan kelompok lain. Individu atau kelompok
tertentu disebut pimpinan dan individu atau kelompok lain disebut bawahan.
6.
Pimpinan tidak memisahkan diri dari
kelompoknya. Pimpinan bekerja dengan orang lain, bekerja melalui orang lain
atau keduanya.
Berdasarkan
hasil kajian terhadap sejumlah literatur dan sintesis dari diskusi yang
dilakukan dengan siswa bahwa untuk menjadi kepala sekolah yang ideal harus
memenuhi persyaratan tertentu. Syarat-syarat tersebut harus dimiliki sekolah
yang menerapkan manajemen dengan format MBS. Hal ini dikarenakan tugas pokok
pimpinan paling tidak meliputi tiga dimensi, yaitu memimpin sekelompok orang,
menggerakkan sumber daya material, dan melaksanakan pekerjaan dengan dan
melalui orang lain.
Kepala sekolah ideal
harus memiliki kelebihan dibandingkan dengan kelompok yang dipimpinnya,
sekaligus ada kesadaran dalam dirinya bahwa dia memiliki kelemahan. Misalnya,
dia memiliki kelemahan dalam pekerjaan teknis, tetapi memiliki kelebihan dalam
menggerakkan orang. Lebih jauh lagi, baik karena jabatan formal atau karena
kepentingan tertentu, seseorang yang menjalankan fungsi kepemimpinan setidaknya
harus memiliki pesyaratan atau sifat-sifat sebagai berikut.
1.
Bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Kepala
sekolah menghargai staffnya tidak hanya sebagaimana adanya, tetapi manusia
sebagai makhluk Tuhan. Dengan demikian, seorang kepala sekolah tidak melihat
staffnya dan seluruh komunitas sekolah dari satu sisi saja, misalnya agama,
intelegensi, kondisi fisik, tingkat sosial ekonomi, dan latar belakang untuk
kepentingan mendudukkan label tertentu kepadanya, tetapi memandangnya utuh
sebagai makhluk Tuhan. Penghargaan dan pengakuan bahwa manusia itu makhluk
Tuhan amat esensial agar kepala sekolah tidak berperilaku secara semena-mena.
2.
Memiliki
Intelegensi Yang Tinggi
Kemampuan
analisis yang tinggi adalah syarat mutlak bagi kepemimpinan yang efektif.
Misalnya, kemampuan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi
sekolahnya yang menerapkan MBS. Mengapa kemampuan analisis ini diperlukan ?
sering kali seorang kepala sekolah menghadapi kondisi dilematis yang tidak
dapat dipecahkan melalui kerangka berpikir simplistik. Sering pula dia
menghadapi fenomena yang kompleks dan data rumit, yang masing-masingnya perlu
ditelaah secara tali-temali sebelum diambil keputusan. Organisasi sekolah yang
makin membesar menuntut seorang kepala sekolah dapat berpikir secara luas,
mendalam, dan dapat memecahkan masalah dalam waktu relatif singkat.
3.
Memiliki
Fisik Yang Kuat
Tidak
jarang seorang kepala sekolah harus bekerja dalam waktu lama dan sangat
melelahkan. Di Lembah Silikon, Amerika Serikat, mislanya, banyak karyawan yang
berangkat bekerja pada hari Senin dan pulang kerumah pada hari Jum’at. Pekerja
dilepas pantai pun begitu, apalagi pimpinannya. Banyak pekerjaaan organisasi
menuntut kekuatan dan ketahan fisik dalam waktu lama. Kepala sekolah organisasi
besar mempunyai kesibukan luar biasa dan sering kali lebih sibuk dari dugaan
orang banyak.
4.
Berpengetahuan
Luas, Baik, Teoretis Maupun Praktis.
Kegagalan
seseorang pimpinan antara lain disebabkan rendahnya kemampuan teoritis dan
ketidakmampuan bertindak secara praktis. Sebaliknya, kepala sekolah ynag
profesional perlu memiliki kedua-duanya. Dengan pengetahuan luas, tidak berarti
bahwa seorang kepala sekolah harus lulusan universitas atau akademis. Insan
akademik tidak jarang memiliki
pengetahuan yang sempit secara keorganisasian. Sementara itu orang yang
berpendidikan rendah adakalanya memiliki pengetahuan luas dengan kecakapan
praktis yang memadai. Seorang kepala sekolah dituntut memiliki kemauan belajar,
baik secara tim maupun pengembangan diri sendiri (self-development) secara terus-menerus.
5.
Percaya
Diri.
Percaya
diri tidak sama dengan percaya pada diri sendiri dan tidak percaya pada orang
lain. Sikap seseorang terhadap konsep dan keyakinan dirinya (self-confidence) adalah faktor penentu
kesuksesan kerja seorang pimpinan. Pimpinan yang sukses bersikap konsisten atau
tidak labil menghadapi situasi yang variatif. Situasi kepemimpinan yang baik
adalah yang arah pemikiran dan kebijakannya dapat dibaca atau diterjemahkan
secara tepat dan pasti oleh bawahannya, bukan dengan menggunakan jurus mabuk.
6.
Dapat
Menjadi Anggota Kelompok.
Seorang
kepala sekolah selalu bekerja dengan dan melalui anggota kelompoknya. Hal ini
sejalan dengan tuntutan lahirnya manajemen partisipatif bagi efektivitas
implementasi MBS. Kerja sama itu amat terasa esensi dan urgensinya. Dikarenakan
adanya perpaduan antara pimpinan dan anggota kelompoklah, tujuan organisasi
akan dapat tercapai secara efektif dan efesien. Seorang kepala sekolah berada
di dalam kelompok dan bukan di luarnya.
Kelompok mempercayai pimpinan sebagai bagian dari dirinya. Aktivitas kepala
sekolah didasari atas kepentingan kelompok atau organisasi, bukan karena misi
pribadi yang terlepas dari sistem lain.
7.
Adil
dan Bijaksana.
Sesuai
dengan kodratnya, manusia ingin diperlakukan secara adil. Dia tidak cukup
berbekalkan bijak, tetapi juga harus bajik. Oleh karena itu, seorang kepala
sekolah harus membuat kebijakan dan sekaligus melakukan kebajikan. Keadilan
mengandung makna kesesuaian antara hak dan kewajiban, posisi dan tugas, serta
prinsip keseimbangan lain. Dengn cara ini, partisipasi total guru di sekolah
yang dipersyaratkan dalam MBS akan terjelma. Bijaksana berarti kepala sekolah
harus menjangkau aspek manusiawi individu yang dipimpin. Derajat pengertian dan
perlakuan yang sehat dan tepat mengenai diri seseorang adalah ciri lain dari
kepala sekolah yang bijaksana.
8.
Tegas
dan Berinisiatif.
Tegas
tidak identik dengan kaku dan keras, bukan pula otoriter dan diktator.
Ketegasan adalah kemampuan mengambil keputusan atas dasar keyakinan tertentu,
dengan didukung oleh data yang kuat atau naluri intuitif yang tepat.
Berinisiatif berarti bahwa seseorang yang menduduki posisi pimpinan mampu membuat
gagasan baru, inovasi baru, atau tindakan lain yang memberikan pencerminan
bahwa dia mempunyai pemikiran tertentu atas suatu subjek. Bernisiatif berarti
pula kemampuan memancing kreativitas untuk staf berbuat dengan caranya sendiri,
sepanjang tidak mematikan tujuan akhir yang telah diharapkan.
9.
Berkapasitas
Membuat Keputusan.
Organisasi
yang baik adalah organisasi yang dapat menelurkan keputusan dengan kualitas
yang baik. Membuat keputusan pada intinya adalah memecahkan persoalan
keorganisasian. Kepala sekolah yang memiliki kapasitas membuat keputusan akan
dapat membawa organisasinya mencapai tujuan tertentu
10.
Memiliki
Kestabilan Emosi.
Ciri
manusia beremosi stabil adalah sabar dan tidak mengambil inisiatif dalam
situasi emosional, kecuali benar-benar terpaksa. Kalaupun dia terpaksa
mengambil keputusan dalam situasi emergensi, nuansa kesabaran itu masih tampak,
dan tidak sengaja mengambil pilihan fatalistik. Pimpinan yang sabar didambakan
pengikut (followers). Oleh karena
itu, ia harus mampu mengendalikan emosi dan berpikir rasional pada situasi yang
berbeda. Di dalam menentukan tindakan, seorang kepala sekolah dituntut tetap
berada pada posisi sikap normal dan tahan terhadap godaan. Emosi yang stabil
berarti pula bersikap tidak tergesa-gesa. Kepala sekolah harus sabar, teliti,
dan hati-hati, karena setiap tindakan atau keputusannya mengandung suatu
konsekuensi tertentu.
11.
Sehat
Jasmani dan Rohani.
Sehat
jasmani dan rohani adalah syarat mutlak seorang pimpinan, tetapi bukan tidak
boleh kita dipimpin oleh orang buta, meski seharusnya tidak terjadi, apalagi
jika yang bersangkuatan harus sering menandatangani dokumen, surat resmi atau
cek bank. Namun demikian, sehat jasmani tidak mutlak bertolak belakang dengan
cacat fisik. Oleh karena itu, ukuran sehat jasmani relatif situasional. Sehat
jasmani dan rohani memungkinkan seseorang bekerja secara optimal dalam bidang
yang dia tekuni. Hanya subjek yang mempunyai kesehatan kedua-duanya yang dapat
bekerja secara sehat.
12.
Bersikap
prospektif
Organisasi
beroperasi dengan memanfaatkan tiga kondisi, yaitu pengalaman masa lalu,
kearifan masa kini, dan harapan masa depan. Masa depan memang tidak dapat
diramalkan secara pasti, meskipun dapat diantisipasi jika variabelnya telah
diketahui atau dianalisis secara hati-hati. Sifat prospektif itu diperlukan
terutama untuk menghadapi supra sistem yang dinamai, seperti pertumbuhan
penduduk, pertumbuhan ekonomi, perubahan kondisi politik di dalam dan di luar
negeri, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, kebijakan moneter, dan
sebagainya.
Kepala sekolah yang
baik adalah yang berkualitas. Kualitas yang dimaksud bukan yang diklaim oleh
seorang pimpinan atau oleh mereka yang akan dipromosikan atau mempromosikan
diri duduk pada posisi itu, melainkan kualitas atas dasar pengakuan bawahan
atau masyarakat. Kualitas kepala sekolah macam apa yang dikendaki oleh bawahan
atau penngguna lainnya ? banyak pendapat bawahan tentang kualitas kepala
sekolah yang mereka harapkan.
Kuailtas
kepala sekolah dimaksudkan di sini berlaku secara general, baik di dunia
bisnis, organisasi sosil, lembaga keswadayaan, dan lembaga pendidikan. Kualitas
kepala sekolah pendidikan yang diharapkan tentu secara spesifik dapat dibedakan
dengan kualitas kepala sekolah di organisasi lain. Perbedaan itu antara lain
disebabkan perbedaan berbagai karakteristik organisasi, seperti proses kerja,
alat yang dipakai, sumber daya manusia yang ada, tata struktur organisasi,
daerah jangkauan kerja organisasi, tujuan akhir organisasi, dan karakteristik
tugas kelembagaan.
Bagaimana
kualitas pimpinan yang diharapkan oleh bawahan ? paling tidak ada lima
karakteristik yang harus dipenuhi oleh
pimpinan. Pertama, bawahan menginginkan agar kepala sekolahnya mempunyai tujuan
yang jelas dan konsisten, bukan pemimpin yang selalu menikuti arah angin.
Kedua, bawahan menginginkan pemimpinnya membuat rencana yang baik dan dapat
dijangkau bukan rencana yang muluk-muluk yang bersifat utopia, mimpi, atau
mengharapkan wangsit. Ketiga, bawahan menginginkan pemimpin yang secara
terus-menerus menginformasikan kemajuan perusahaan atau organisasi kepadanya.
Keempat, bawahan menghendaki agar pemimpinnya memperlakukan mereka sebagai
manusia dan bukan seperti robot. Kelima, bawahan menuntut pemimpin yang mampu
membawa kemajuan organisasi secara arif dan bijaksana.
Penelitian ilmiah
dilakukan oleh Keith Davis terhadap 500 orang karyawan terhadap profil pimpinan
yang dikehendaki oleh mereka menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1.
Kami membutuhkan pemimpin yang baik
karena kami sangat bergantung kepadanya.
2.
Kami ingin mendapatkan penerangan atau
penjelasan, kami ingi mengetahui tujuan yang dicapai, di mana kami berada, dan
potensi apa yang ada di lingkungan kerja kami.
3.
Kami membutuhkan perangsang dan
kesempatan untuk maju, kami menerapkan adanya usaha dan kompetisi dengan mereka
yang sedang menempuh jenjang kemajuan.
4.
Kami ingin kebebasan dalam sikap
sehubungan dengan masalah yang kami hadapi.
5.
Kami ingin hidup rukun bermasyarakat dan
ingin penghormatan dari orang lain.
6.
Kami ingin jaminan keamanan dan kami
tantang semua perubahan.
7.
Kami ingin kondisi kerja yang
menyenangkan, sejauh ada kemampuan yang dapat disumbangkan akan kami sumbangkan
karena ini termasuk imbalan jasa.
8.
Kami ingin melakukan pekerjaan yang ada
manfaatnya. Kami ingin bekerja dan
memberikan sumbangan karena masyarakat karena partisipasi akan meningkatkan
prestasi kami.
9.
Kami ingin diperlakukan secara jujur.
Keberhasilan
atau kegagalan seorang kepala sekolah tidak hanya ditentukan oleh dirinya
sendiri, tetapi juga ditentukan oleh akumulasi subsistem yang terlibat, yaitu
kepala sekolah sendiri dengan seperangkap potensinya, karakteristik bawahan,
karakteristik situasi, kondisi organisasi di luar manusianya, dan karakteristik
dan kondisi di luar organisasi. Keberhasilan organisasi mengandung arti
keberhasilan kepala sekolah dan juga keberhasilan individu atau kelompok yang
dipimpinnya. Tidak banyak perubahan yang dapat diraih oleh kepala sekolah
sendiri dan tidak pula akan banyak hasil yang dicapai oleh bawahan yang bekerja
sendiri-sendiri. Hubungan sinergis antar karyawan memunculkan kekuatan lebih
dibandingkan dengan ketika mereka bekerja sendiri-sendiri. Keberhasilan
organisasi tergantung kepada kelompok yang anggotanya satu sama lain saling
mengisi.
2.2
Manajemen
Dan Kepemimpinan.
Banyak yang berpendapat bahwa sebuah
organisasi akan efektif, apabila dikelola dengan manajemen yang baik. Pendapat ini tidak salah seluruhnya,
akan tetapi sebenarnya faktor kepemimpinanlah yang mampu menggerakkan
organisasi menjadi efektif, sementara para manajemen akan menjalankan tugasnya
agar lebih efisien. Selama
beberapa dekade, banyak orang yang menekankan manajemen karena lebih mudah
diajarkan dibanding dengan kepemimpinan. Dengan menekankan pada aspek
manajemen, banyak persoalan yang tidak terlacak dan akan menimbulkan arogansi.
Hal tersebut menyebabkan transformasi organisasi menjadi semakin sulit.
Manajemen
adalah seperangkat proses yang dapat menjaga sistem yang kompleks, terdiri dari
orang dan teknologi dan berjalan secara perlahan. Aspek-aspek terpenting dalam
manajemen meliputi perencanaan, penganggaran, organizing, staffing, pengawasan,
dan pemecahan masalah. Kepemimpinan adalah seperangkat proses yang menciptakan
organisasi mampu mengadaptasi pada lingkungan yang berubah secara signifikan.
Kepemimpinan mendefinisikan seperti apakah masa depan itu, membimbing orang
sesuai dengan visi tersebut, dan memberi inspirasi kepada mereka untuk membuat
hal itu terjadi meskipun banyak hambatan (John P. Kotter, 1996). Untuk lebih jelasnya akan ditunjukkan dalam bagan tentang manajemen versus kepemimpinan sebagai berikut:
Kepemimpinan
untuk memecahkan
hambatan-hambatan birokrasi, dan keterbatasan-keterbatasan sumber daya
untuk berubah sesuai dengan kepuasan dasar yang merupakan kebutuhan manusia
yang sering belum terpenuhi.
·
Menghasilkan perubahan, sering pada tingkat
yang dramatis, dan memiliki potensi untuk menghasilkan perubahan yang
sungguh-sungguh bermanfaat.
|
Manajemen
·
Merencanakan dan menganggarkan: membuat
tahapan-tahapan yang detail dan schedule
untuk pencapaian hasil yang diinginkan, kemudian mengalokasikan
sumber-sumber yang diperlukan untuk pencapaianny.
·
Mengorganisasi dan staffing: membuat
beberapa struktur untuk pelaksanaan unsur-unsur perencanaan, mengisi
struktur tersebut dengan individu-individu, mendelegasikan tugas dan
tanggung jawab untuk melaksanakan rencana tersebut, merumuskan policy dan prosedur untuk membantu
mengarahkan orang, dan membuat metode atau sistem untuk memonitor kegiatan.
·
Mengawasi dan memecahkan masalah: memonitor
hasil, mengidentifikasi defiasi.
·
perencanaan, kemudian merencanakan dan
mengorganisir untuk memecahkan persoalan-persoalan tersebut.
·
Menghasilkan sesuatu yang terprediksikan
dan menyusun serta memiliki kemampuan untuk secara konsisten memperoleh
hasil-hasil jangka pendek yang diinginkan oleh stakeholder.
|
2.3 Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah cara yang dipergunakan
pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Menurut Thoha (1995) gaya
kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dilakukan seseorang pada saat orang
tersebut mencoba mempengaruhi perilku orang lain seperti yang ia lihat. Dalam
hal ini usaha menselaraskan persepsi di antara orang yang akan mempengaruhi
perilaku dengan yang akan dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya.
Gaya
kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku seorang pemimpin yang khas pada saat
mempengaruhi anak buahnya, apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan,
cara pemimpin bertindak dalam mempengaruhi anggota kelompok gaya
kepemimpinannya. Secara teoritis telah banyak dikenal gaya kepemimpinan, namun
gaya mana yang terbaik tidak mudah untuk ditentukan. Untuk memahami gaya
kepemimpinan, sedikitnya dapat dikaji dari tiga pendekatan utama, yaitu
pendekatan sifat, perilaku, dan situasonal.
1. Pendekatan
Sifat
Pendekatan sifat mencoba menerangkan
sifat-sifat yang membuat seseorang berhasil. Pendekatan ini bertolak dari
asumsi bahwa individu merupakan pusat kepemimpinan. Kepemimpinan dipandang
sebagai sesuatu yang mengendung lebih banyak unsur individu, terutama pada
sifat-sifat individu. Penganut pendekatan ini berusaha mengidentifikasikan sifat-sifat
kepribadian yang dimiliki oleh pemimpin yang berhasil dan yang tidak berhasil.
Menurut Sutisna (1993), pendekatan sifat berpendapat bahwa terdapat sifat-sifat
tertentu, seperti kekuatan fisik atau keramahan yang esensil, pada kepemimpinan
yang efektif. Sifat-sifat pribadi yang tak terpisahkan ini seperti intelegensi,
dianggap bisa dialihkan dari satu situasi ke situasi yang lain. Karena tidak
semua orang memiliki sifat-sifat ini hanyalah mereka yang memiliki ini yang
bisa dipertimbangkan untuk menempati kedudukan kepemimpinan.
Dengan
demikian ada seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat bawaan yang
membedakannya dari yang bukan pemimpin. Pendekatan ini menyarankan beberapa
syarat yang harus dimiliki pemimpin yaitu : kekuatan fisik dan susunan syaraf,
penghayatan terhadap arah dan tujuan, antusiasme, keramahtamahan, integritas,
keahlian teknis, kemampuan mengambil keputusan, intelegensi, keterampilan memimpin, dan kepercayaan (Tead, 1963).
Pendekatan sifat tampaknya tidak mampu
menjawab berbagai pertanyaan di sekitar kepemimpinan. Sebagai contoh, adakah
kombinasi optimal daari sifat kepribadian dalam menentukan keberhasilan
pemimpin. Apakah sifat-sifat kepribadian itu mampu mengindikasikan kepemimpinan
yang potensial? apakah karakteristik itu dapat dipelajari atau telah ada sejak
seseorang lahir?. Ketidakmampuan pendekatan ini dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut menyebkan banyak kritik yang datang dari
berbagai pihak.
2. Pendekatan
Perilaku
Setelah pendekatan sifat kepribadian
tidak mampu memberikan jawaban yang memuaskan, perhatian para pakar berbalik
dan mengarahkan studi mereka kepada perilaku pemimpin. studi ini memfokuskan
dan mengidentifikasi perilaku yang khas dari pemimpin dalam kegiatannya
mempengaruhi orang lain (pengikut). Pendekatan perilaku kepemimpinan banyak
membahas keefektifan gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh pemimpin.
Dalam pembahasan ini berturut-turut
disajikan berbagai hasil studi mengenai gaya kepemimpinan yang menggunakan
pendekatan perilaku.
a. Studi
Kepemimpinan Universitas OHIO
Ide penelitian mengenai kepemipinan
dimulai 1945 oleh Biro urusan dan Penelitian Ohio State University. Penelitian
ini memperoleh gambaran mengenai dua dimensi utama dari perilaku pemimpin yang
dikenal sebagai pembuatan inisiatif (initiating
structur) dan perhatian (consideration).
Pembuatan inisiatif menggambarkan
bagaimana seseorang pemimpin memberi batasan dan struktur terhadap peranannya
dan peran bawahannya untuk mencapai tujuan. Adapun konsiderasi menggambarkan
derajat dan corak hubungan seorang pemimpin dengan bawahannya yang ditandai
saling percaya, menghargai, dan menghormati dengan bawahannya. Dengan
mengkombinasikan dua dimensi pembuatan inisiatif dan perhatian dapat
dibedakan empat gaya kepemimpinan sebagai
berikut: perhatian renda pembuatan inisiatif rendah, perhatian tinggi pembuatan
inisiatif rendah, perhatian tinggi pembuatan inisiatif tinggi, dan perhatian
rendah pembuatan inisiatif tinggi.
b. Studi
Kepemimpinan Universitas Michigan
Hersey &
Blanchard mengidentifikasi dua konsep, yaitu bawahan dan produksi. Pemimpin
yang menekankan pada orientasi bawahan menganggap setiap karyawan penting dan
menerimanya sebagai pribadi. Sedangkan pemimpin yang menekankan pada orientasi
produksi dan aspek kerja, bawahan dianggap sebagai alat untuk mencapai tujuan
organisasi. Ini sama dengan tipe otoriter (task)
dan demokrasi (relationship).
c.
Jaringan Managemen
Dikembangkan
oleh Blake & Mouton, menurut mereka manajemen berhubungan dengan 2 hal,
yaitu (a) perhatian menekankan pada produksi / tugas : menekankan mutu
pelayanan staf, efisiensi kerja, dan jumlah pengeluaran ; (b) perhatian pada
orang – orang : memperlihatkan keterlibatan anak buah untuk mencapai tujuan
(aspek yang menyangkut harga diri anak buah, tanggung jawab berdasarkan
kepercayaan, suasana kerja yang menyenangkan, dan hubungan yang harmonis).
d. Sistem
Kepemimpinan Likert
Ia
mengembangkan teori kepemimpinan dua dimensi, yaitu orientasi tugas dan
individu. Ia merancang 4 sistem kepemimpinan sebagai berikut :
Sistem 1 :
sangat otokratis → kepercayaan pada bawahan sedikit, suka mengeksploitasi
bawahan, bersikap paternalistik, memotivasi dengan ketakutan dan hukuman,
penghargaan diberikan secara kebetulan (occasional
rewards), komunikasi turun ke bawah serta membatasi pengambilan keputusan
di tingkat atas.
Sistem 2 :
otokratis baik hati (Benevolent
Authoritative) → kepercayaan terselubung, percaya pada bawahan, mau
memotivasi dengan hadiah dan ketakutan berikut hukuman, membolehkan adanya
komunikasi ke atas, mendengarkan pendapat / ide dari bawahan, dan membolehkan
delegasi wewenang dalam proses keputusan.
Sistem 3 :
Manajer konsultatif → sedikit kepercayaan pada bawahan, mau melakukan motivasi
dengan penghargaan dan hukumanyang kebetulan dan berkehendak melakukan
partisipasi, hubungan komunikasi ke atas dan ke bawah, membuat keputusan dan
kebijakan yang luas pada tingkat atas, tetapi keputusan mengkhususkan pada
tingkat bawah.
Sistem 4 :
Partisipatif (Partisipative Group) →
kepercayaan yang sempurna terhadap bawahan, mengandalkan bawahan untuk
mendapatkan ide / pendapat serta mempunyai niat untuk menggunakan pendapat
bawahan secara konstruktif, penghargaan bersifat ekonomis berdasarkan
partisipasi kelompok dan keterlibatannya pada setiap urusan, mendorong untuk
ikut tanggung jawab buat keputusan dan melaksanakan keputusan dengan tanggung
jawab yang benar.
3. Pendekatan
Situsional
Pendekatan
stasional hampir sama dengan pendekatan perilaku, keduanya menyoroto perilaku
kepemimpinan dalam situasi tertentu. Dalam hal ini kepemimpinan lebih merupakan
fungsi situasi daripada sebagai kualitas pribadi, dan merupakan suatu kualitas
yang timbul karena interaksi orang-orang dalam situasi tertentu.
a. Teori
Kepemimpinan Kontingensi
Menurut
Fiedler & Chemers, menjadi pemimpin bukan karena faktor kepribadian tetapi
karena berbagai faktor situasi (saling berhubungan antara pemimpin dengan
situasi). Faktor tersebut sesungguhnya merupakan tiga dimensi dalam situasi
yang mempengaruhi gaya kepemimpinan.
1) Hubungan
antara pemimpin dengan bawahan
Hubungan ini
sangat penting bagi pemimpin, karena hal ini menentukan bagaimana pemimpin
diterima oleh anak buah. Pada umumnya hal ini didasarkan pada persepsi pemimpin
mengenai suasana kelompok.
2) Struktur
Tugas
Dimensi ini
berhubungan dengan sejauh tugas merupakan pekerjaan rutin atau tidak. Apabila
struktur tugas cukup jelas maka prestassi setiap orang lebih mudah diawasi,
serta tanggung jawab setiap orang lebih pasti.
3) Kekuasaan
Yang Berasal dari Organisasi
Dimensi ini
menunjukkan sampai sejauh mana pemimpin mendapat kepatuhan anak buahnya, dengan
menggunakan kekuasaan yang bersumber dari organisasi. Pemimpin yang menerima
kekuasaan yang jelas dari organisasi akan mendapat kepatuhan lebih dari
bawahan.
Dua jenis gaya kepemimpinan dan dua tingkat
yang menyenangkan adalah mengutamakan tugas dan hubungan kemanusiaan
b. Teori
Kepemimpinan Tiga Dimensi
Menurutnya
ada 3 dimensi yang dipakai untuk menentukan gaya kepemimpinan, yaitu perhatian
pada produksi/tugas, perhatian pada orang, dimensi efektifitas. Ini sama dengan
jaringan manajemen yang memiliki 4 dasar kepemimpinan yaitu integrated, related, separated, dan dedicated.
Gaya kepemimpinan tersebut selanjutkan dikelompokkan ke dalam gaya efektif dan
tidak efektif sebagai berikut :
1) Gaya Efektif
·
Execusif ; gaya ini
menunjukkan adanya perhatian baik kepada tugas maupun kepada hubungan kerja
dalam kelompok.
·
Developer : gaya ini
memberikan perhatian yang cukup tinggi terhadap hubungan kerja dalam kelompok
dan perhatian minimum terhadap tugas pekerjaan.
·
Benevolent
Authocrat : gaya ini memberikan perhatian yang tinggi terhadap tugas da rendah dalam
hubungan kerja.
·
Birokrat : gaya ini
memberikan perhatian yang rendah terhadap tugas maupun terhadap hubungan.
2) Gaya yang
tidak efektif.
·
Compromiser : gaya ini
memberi perhatian tinggi pada tugas maupun pada hubungan kerja.
·
Missionary : gaya ini
memberi perhatian yang tinggi pada hubungan kerja dan rendah pada tugas.
·
Autocrat : gaya ini
memberi perhatian yang tinggi pada tugas dan hubungan.
·
Deserter : gaya ini
memberi perhatian yang rendah pada tugas dan hubungan kerja.
c. Teori
Kepemimpinan Situasional
Teori ini di
dasarkan pada hubungan 3 faktor, yaitu perilaku tugas (Task behavior) yang merupakan pemberian petunjuk, perilaku hubungan
(Relationship behavior) adalah ajakan
melalui komunikasi zarah, serta kematangan (Maturity)
yang merupakan kemampuan dan kemauan anak buah dalam mempertanggung jawabkan.
Kematangan (maturity) merupakan faktor
dominan.
Menurut
teori ini, gaya yang tepat untuk diterapkan adalah :
1) Gaya
mendikte (Telling) : diterapkan pada
anak buah dengan tingkat kematangan rendah.
2) Menjual (Selling) : diterapkan pada anak buah
taraf rendah hingga moderat.
3) Melibatkan
diri (Participating) : diterapakan
pada anak buah moderat hingga tinggi.
4) Mendelegasikan
(Delegating) : diterapkan pada anak
buah yang memiliki kemampuan dan kemauan tinggi.
2.4
Kepemimpinan
dalam Peningkatan Kinerja.
Dalam rangka
melaksanakan MBS, kepala sekolah sebagai pemimpin, harus memiliki berbagai
kemampuan diantaranya yang berkaitan dengan pembinaan disiplin pegawai dan
motivasi.
a. Pembinaan Disiplin
(self-disipline)
Disiplin
merupakan sesuatu yang penting untuk menanamkan rasa hormat terhadap
kewenangan, menanamkan kerja sama dan merupakan kebutuhan untuk berorganisasi
serta untuk menanamkan rasa hormat terhadap orang lain. Soelaeman mengemukakan
bahwa pemimpin berfungsi sebagai pengemban ketertiban yang patut diteladani,
tetapi tidak di harapkan sikap yang otooriter. Taylor dan User, strategi umum
membina disiplin antara lain :
- Konsep diri : faktor penting setiap perilaku. Untuk menumbuhkan, pemimpin bersikap empatik, menerima, hangat dan terbuka sehingga pegawai dapat mengeksplorasi pikiran dan perasaannya dalam memecahkan masalah.
- Keterampilan berkomunikasi : pemimpin harus menerima semua perasaan pegawai dengan teknik komunikasi yang dapt menimbulkan kepatuhan dari dalam dirinya.
- Konsekuensi logis dan alami.
- Klarifikasi nilai : membantu pegawai menjawab pertanyaan sendiri tentang nilai dan membentuk sistem nilai sendiri.
- Latihan keefektifan pemimpin : tujuannya untuk menghilangkan metode represif dan kekuasaan.
- Terapi realitas : pemimpin bersikap positif dan tanggung jawab untuk menerapkan perlu melihat situasi dan paham faktor yang mempengaruhi.
b. Pembangkitan
Motivasi
Merupakan
faktor dominan kearah efektivitas kerja. Menurut Maslow, motivasi adalah tenaga
pendorong dari dalam yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu atau berusaha
untuk memenuhi kebutuhannya. Ada 2 jenis motivasi menurut Owen, yaitu
instrinsik dan ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah motivasi yang dating dari
dalam diri seseorang, sedangkan ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari
luar diri seseorang. Istilah motivasi sering digunakan secara bergantian dengan
istilah kebutuhan (need), keinginan (want), dorongan (drive), dan gerak hati (impuls).
Berikut ini adalah teori – teori motivasi :
1) Teori Maslow
(teori hierarkhi kebutuhan).
Maslow membagi kebutuhan manusia
dalam 5 kategori :
- Kebutuhan fisiologis (psysiological needs) : merupakan kebutuhan paling rendah, memerlukan pemenuhan yang paling mendesak (contoh : makanan, minuman).
- Kebutuhan rasa aman (safety needs) : memperoleh ketentraman, kepastian dan keteraturan dari keadaan lingkungan (contoh : pakaian, rumah)
- Kebutuhan kasih sayang (belongingness & love needs) : mengadakan hubungan afektif / ikatan emosional dengan individu lain, sesame jenis maupun lain jenis.
- Kebutuhan akan rasa harga diri (esteem needs) : penghargaan dari diri sendiri dan dari orang lain.
- Kebutuhan akan aktualisasi diri (need for self actualization) : kebutuhan paling tinggi, akan muncul jika kebutuhan di bawahnya terpenuhi.
2) Teori Dua
Faktor.
Dikembangkan
oleh Fredrick Herzberg. Dia berpendapat ada dua factor penting, yaitu hygiene (lingkungan) dan motivator
(pekerjaan itu sendiri). Factor hygiene bersifat
preventif terhadap ketidakpuasan dan tidak memotivasi karyawan dalam bekerja.
3) Teori Alderter.
Alderter
membedakan 3 kelompok kebutuhan, yaitu kebutuhan akan keberadaan (existence), kebutuhan berhubungan (relatedness), dan kebutuhan untuk
bertumbuh (growth need).
4) Teori
Prestasi McCelland.
McCelland
mengatakan bahwa setiap orang mempunyai keinginan untuk melakukan karya yang
berprestasi / yang lebih baik dari karya orang lain. Ada 3 kebutuhan manusia,
yaitu berprestasi, berafilisasi, dan kekuasaan. Ketiganya merupakan unsur
penting dalam menentukan prestasi seorang pekerja.
5) Teori X dan
Teori Y.
Dikembangkan
oleh McGregor. Menurutnya, cirri organisasi tradisional pada dasarnya bertolak
dari asumsi mengenai sifat dan motivasi manusia. Teori X menganggap sebagian
manusia lebih suka di perintah dan tidak tertarik rasa tanggung jawab, masih
bersifat anak – anak, tidak suka bekerja, berkemampuan kecil untuk mengatasi
masalah organisasi, dan hanya butuh motivasi fisiologi. Oleh karena itu, perlu
diawasi secara ketat.
Teori Y
menganggap manusia suka bekerja, dapat mengontrol diri sendiri, dan mempunyai
kemampuan untuk berkreativitas. Oleh karena itu, tidak perlu diawasi ketat. Kebutuhan
terbagi menjadi dua jenis, primer (fisiologis) dan sekunder (sosio psikologis).
Ada beberapa prinsip untuk memotivasi pegawai untuk meningkatkan kinerja, yaitu
kegiatan yang menarik dan menyenangkan, tujuan kegiatan disusun jelas dan di
informasikan, pegawai juga dilibatkan dalam penyusunan tujuan, pemberitahuan
hasil kerja, pemberian hadiah lebih baik dari hukuman, memanfaatkan sikap,
cita-cita,dan rasa ingin tahu pegawai, memperhatikan perbedaan individual
pegawai, memenuhi kebutuhan dengan memperhatikan kondisi fisik, member rasa
aman, menunjukkan bahwa pemimpin memperhatikan mereka, dan mengatur pengalaman
sedemikian rupa sehingga pegawai memperoleh kepuasaan dan penghargaan.
Castetter
mengemukakan 4 kriteria kinerja yaitu : karakteristik personil (kinerja
meliputi kemampuan, ketrampilan, kepribadian, motivasi), proses (kecocokan
dengan standar kinerja yang telah ditentukan), hasil (hasil nyata kualitas /
kuantitas), serta kombinasi ketiganya. Menurut Mitchell criteria kinerja dalam Area Performance adalah kualitas kerja,
ketepatan, inisiatif, kemampuan, dan komunikasi. Sedangkan Steers menggunakan 3
faktor untuk menilai kinerja yaitu kemampuan dan minat pegawai, kejelasan
penerimaan atas peranan pegawai, dan tingkat motivasi pegawai. Kriteria menilai
kinerja pegawai dalam MBS antara lain, pemahaman tentang tugas dan tanggung
jawab, kemampuan dan keterampilan, semangat yang tinggi, serta berinisiatif dan
berkemampuan tinggi.
6) Penghargaan
(rewards).
Penghargaan
penting untuk meningkatkan kegiatan produktif dan mengurangi kegiatan yang
kurang produktif. Penggunaannya sebaiknya secara efektif dan efisien agar tidak
menimbulkan dampak negatif.
2.5
Kepemimpinan
Kepala Sekolah Dalam Konteks MBS
Kepala
sekolah (schol administrator)
memegang peranan kunci dalam keberhasilan aplikasi MBS. Bekal kemampuan,
keahlian, dan keterampilan menjadi bekal keniscayaan bagi kepala sekolah untuk
mampu menjalankan roda lembaganya secara berbasis MBS. Esensi mengenai
kemampuan kepala sekolah di dalam mengelola pendidikan telah banyak dibahas
dalam literatur akademik yang relevan. Kajian itu pada intinya dirakit sebagai
suatu pemikiran para penulis ke arah perbaikan profesionalisme manajemen
pendidikan menuju kinerja pendidikan yang bermutu, dalam makna efektif,
efisien, dan sehat. Pendidikan yang bermutu, baik proses maupun produknya
merupakan instrumen utama bagi penyelesaian persoalan-persoalan sosial dan
kemanusiaan yang ada di Indonesia, terutama dalam rangka menghadapi era
globalisasi dan perdagangan bebas.
Kembali ke
pemikiran tersebut, jelaslah bahwa kepala sekolah harus dipilih dari kalangan
guru yang benar-benar memiliki pengalaman, wawasan, dan kompetensi yang sesuai.
Kepala sekolah harus mampu menampilkan kepemimpinan tim (tim leadership) bersama wakil kepala sekolah, demikian juga dengan
guru dan staf lainnya. Mereka ini bukan tidak mungkin nantinya dipilih oleh
anggota Komite Sekolah (School Board),
yang anggotanya dapat terdiri dari guru-guru, tokih masyarakat, LSM
penyelenggaraan pendidikan, alumni siswa, lembaga bisnis, para pakar, dan
pihak-pihak lain yang dipandang relevan. Secara tim, kepala sekolah akan
memerankan fungsi memimpin sekolahnya, termasuk dalam kerangka desain strategis
dan arah, mengembangkan dan mengoptimalkan rencana perbaikan sekolah, mengukur
dan melaporkan kemajuan yang dicapai.
Disamping
itu, kepala sekolah dan tim harus mampu menjalankan komunikasi dengan
masyarakat, mengelola sumber-sumber, bekerja sama dengan orang tua murid dan
keluarga, serta membuat kebijakan dan praktik kerja manjur bagi perbaikan
prestasi belajar siswa. Di samping menjalankan roda kepemimpinan di sekolahnya,
kepala sekolah dan tim harus mampu melakukan hubungan yang sinergis dengan
Dinas Diknas, pemerintah Kabupaten atau Kota, dan pengguna lain dalam kerangka
:
a. Mendesian
program pendidikan dan pembelajaran;
b. Menjadwalkan
program pendidikan dan pembelajaran;
c. Pengembangan
staf;
d. Program-program
efektif;
e. Menyeleksi
material pembelajaran;
f. Penganggaran;
g. Pencarian
dana;
h. Optimalisasi
penggunaan bangunan;
i.
Pendistribusian dana
j.
Optimalisasi penggunaan bangunan;
k. Mewawancarai
staff;
l.
Menugaskan staff;
m. Membangun
semangat bagi orang tua dengan guru;
n. Menggunakan
tenaga dari luar yang akan melakukan fungsi profesional dan layanan lain;
o. Pengaturan
seragam siswa;
p.
Tugas-tugas lainnya.
2.6 Kepemimpinan
Kepala Sekolah Yang Efektif.
Kepala
sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, yang akan
menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya
direalisasikan. Sehubungan dengan MBS, kepala sekolah dituntut untuk senantiasa
meningkatkan efektifitas kerja. Dengan
begitu, MBS sebagai paradigma baru pendidikan dapat memberikan hasil yang
memuaskan.
Kinerja
kepemimpianan kepala sekolah dalam kaitannya dengan MBS adalah segala upaya
yang dilakukan dan hasil yang dapat dicapai oleh kepala sekolah dalam
menginplementasikan MBS di sekolahnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara
efektif dan efisien. Agar kepala sekolah mampu
mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan efesien maka seorang kepala
sekolah harus memiliki lima kompetensi sebagaimana yang diatur dalam
Permendiknas nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah yang meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi
kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial Sehubungan
dengan itu, kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam MBS dapat dilihat
berdasarkan kriteria berikut :
1. Mampu
memberdayakan guru-guru untuk malaksanakan proses pembelajaran dengan baik,
lancar, dan produktif.
2. Dapat
menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan;
3. Mampu
menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan
mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan penddikan;
4. Berhasil
menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan
pegawai lain di sekolah;
5. Bekerja
dengan tim manajemen;
6. Berhasil
mewujudkan tujuan sekolah secara produktif dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
2.7 Tipe-tipe
Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Pelaksanaan MBS.
Kemampuan
kepala sekolah menjalankan kepemimpinan partisipatif (partisipative leadership) menjadi persyaratan utama manajemen
sekolah berbasis MBS. Meski begitu, sebagai “manusia biasa” perilaku kepala
sekolah dalam memimpin sekolahnya akan beragam karena faktor-faktor
kontekstual, kondisi kelompok subjek yang dipimpin, dan faktor individual kepala
sekolah itu sendiri. Bertolak dari perilaku pemimpin dalam sekelompok manusia
dalam organisasional, karena dapat mengelompokkan kepemimpinan seseorang dalam
tipe-tipe tertentu yang masing-masing memiliki ciri-ciri tersendiri. Adapun
tipe-tipe kepemimpinan tersebut, seperti di bawah ini.
1. Pemimpin
Otokratik
Kata otokratik dapat diartikan sebagai tindakan
menurut kemauan sendiri, setiap produk pemikiran dipandang benar, keras kepala,
atau rasa “aku” keberterimaannya pada khalayak bersifat dipaksakan. Ketika
perilaku atau sikap itu ditampilkan oleh pemimpin, lahirlah disebut dengan
kepemimpinan otokratik atau kepemimpinan otoriter. Kepemimpinan otokratik
bertolak bahwa pemimpin yang memilki tanggung jawab penuh terhadap organisasi.
Pemimpin otokratik berasumsi bahwa maju mundurnya organisasi tergantung pada
dirinya. Dia bekerja sungguh-sungguh, belajar keras, tetib, dan tidak boleh
dibantah. Sikapnya senantiasa mau menang sendiri, tertutup terhadap ide dari
luar , dan hanya idenya yang dianggap akurat.
2. Pemimpin
Demokratis
Inti
demokrasi adalah keterbukaan dan keinginan memosisikan pekerjaan dari, oleh,
dan untuk bersama.tipe kepemimpinan demokrasi bertolak dari asumsi bahwa hanya
dengan kekuatan kelompok, tujuan yang bermutu dapat dicapai. Pimpinan yang
demokratis beusaha lebih banyak melibatkan anggota kelompok dalam memacu
tujuan. Tugas dan tujuan dibagi menurut bidang masing-masing. Dengan interaksi
dinamis, dimaksudkan bahwa kepemimpinan mendelegasikan tugas dan memeberikan
kepercayaan kepada yang dipimpin untuk mencapai tujuan yang bermutu secara
kuantitatif.
3. Kepemimpinan
Permisif
Kata
permisif bisa serba boleh, serba mengiyakan, tidak mau ambil pusing, tidak
bersikap dalam makna sikap sesunguhnya, dan apatis. Pemimpin yang permisif
tidak mempunyai pendirian yang kuat, sikapnya serba boleh. Pimpinan yang
termasuk kategori ini biasanya terlalu banyak mengambil muka dengan dalih untuk
mengenakkan individu yang dihadapinya. Dia memberikan kebebasan kepada manusia
organisasional, begitu boleh, begitu boleh, dan sebagainya. Bawahan tidak
memiliki pegangan yang jelas, informasi yang diterima simpang diur dan tidak
konsisten.
2.8 Peran Kepala Sekolah Dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah.
Dalam implementasi manajemen berbasis sekolah seorang kepala sekolah idealnya
dapat berperan sebagai educator, manajer, supervisor, administrator, inovator,
dan leader.
1.
Kepala Sekolah Sebagai
Educator.
Sebagai Educator, kepala sekolah harus memiliki
strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalitas tenaga kependidikan di
sekolahnya, menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasihat kepada
warga sekolah,memberikan dorongan kepada tenaga kependidikan, melaksanakan
model pembelajaran yang menarik, seperti: team
teaching, moving class. Untuk menjalankan peran yang demikian maka pengalaman
merupakan factor penting.
2.
Kepala sekolah sebagai Manajer.
Sebagai Manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga
kependidikan melalui kerjasama, memberi kesempatan kepada tenaga kependidikan
untuk meningkatkan profesinya, mendorong keterlibatan seluruh
tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menjunjung program sekolah.
3.
Kepala sekolah sebagai Supervisor.
Tugas kepala sekolah sebagai
supervisor adalah mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga
kependidikan. Kepala sekolah sebagai supervisor harus diwujudkan dalam
kemampuan menyusun dan melaksanakan program supervisi pendidikan serta
memanfaatkan hasilnya. Supervisi yang
dilakukan kepala sekolah ini bisa dilakukan dengan observasi di kelas maupun
diskusi untuk memecahkan masalah bersama.
4. Kepala
sekolah sebagai Administrator.
Sebagai Administrator, Kepala
sekolah harus memiliki kemampuan dalam mengelola administrasi yang bersifat
pencatatan, penyusunan, dan pendokumentasian administrasi. Administrasi yang
perlu dikelola meliputi : administrasi kurikulum, administrasi peserta didik, administrasi personalia, administrasi sarana prasarana, administrasi
kearsipan dan administrasi keuangan.
2.9
Keterampilan Kepemimpinan Kepala Sekolah.
Di lingkungan
dunia pendidikan, ada seperangkat keterampilan yang harus dimiliki kepala
sekolah sebagai pemimpin pendidikan dalam melaksanakan sejumlah tugas. Ketika
pengelolaan sekolah makin didorong tumbuh secara otonom sejalan dengan
kebijakan desentralisasi pendidikan, kepala sekolah yang terampil menjadi
sebuah tuntutan. Keterampilan kepala sekolah itu dimaksudkan sebagai bekal bagi
mereka untuk dapat melaksanakan manajemen pendidikan atau manajemen sekolah
berbasis MBS secara lebih baik. Dengan keterampilan tersebut, diharapkan kepala
sekolah dapat melaksanakan tugas secara efektif dan efisien.
Pada
spektrum yang lebih luas, manajer atau pemipin merupakan subjek yang sangat
menentukan efektif tidaknya manjemen organisasi. Kegagalan sistem memacu
tujuan, sebagian besar adalah akibat langsung dari ketidakmampuan faktr manusia
bergerak secara kondusif, dan ketidakmampuan itu adalah buah dari rendahnya
kemampuan pemimpin, Robert L. Katz mengatakan bahwa keterampilan yang harus
dimiliki oleh administrator yang efektif adalah keterampilan teknis (technical skill), keterampila hubungan
manusia (human relation skill), dan
keterampilan konseptual (conceptual skill).
Ketiga jenis keterampilan dimaksud dijelaskan berikut ini.
1.
Keterampilan Teknis
Keterampilan
teknis adalah keterampilan menerapkan pengetahuan teoritis ke dalam tindakan
praktis, kemampuan memecahkan masalh melalui taktik yang baik, atau kemampuan
menyelesaikan tugas secara sistematis. Keterampilan teknis ini biasanya
dimiliki orang-orang yang menduduki jabatan tingkat menengah atau tingkat
bawah. Mereka terampil dalam menggunakan teknik, prosedur, atau prakarsa baru,
terutama yang berhubungan d engan benda mati. Keterampilan ini erat kaitannya
dengan gerak motoris atau keterampilan tangan (manual).
2.
Keterampilam hubungan Manusiawi
Keteampilan
hubungan manusiawi adalah keterampilan untuk menempatkan diri di dalam kelompok
kerja dan keterampilan menjalin komunikasi yang mampu menciptakan kepuasan
kedua belah pihak. Hubungan manusiawi melahirkan suasana kooperatif dan
menciptakan kontak manusiai antarpihak yang terlibat. Administrator atau
manajer, di samping berhadapan dengan benda, konsep dan situasi, juga
menghadapi manusia. Bahkan bagi pimpinan puncak (top manajement) menghadapi manusia menghadapi posisi terbesar,
lebih dari separuh aktivitas rutinnya.
3.
Keterampilan Konseptual
Keterampilam
konseptual adalah kecakapan untuk memformulasikan pikiran, memahami
teori-teori, melakukan aplikasi, melihat kecenderungan berdasarkan kemampuan
teoritis dan yang dibutuhkan di dalam dunia kerja. Kepala sekolah atau apara
pengelola satuan pendidikan dituntut dapat memahami konsep dan teori yang erat hubungannya dengan
pekerjaan.
Demikian
halnya untuk dapat melaksanakan praktik administrasi yang efektif, seseorang
administrator harus memahami teori-teori administrasi. Keterampilan konseptual
antara lain tercermin dalam pemahaman terhadap teori secara luas dan mendalam,
kemampuan mengorgansasikan pikiran, keberanian mengeluarkan pendapat secara
akademik, dan kemampuan mengorelasikam bidang ilmu yang dimiliki dengan
berbagai situasi.
Keterampilan
yang dimiliki oleh pimpinan organisasi memungkinkan organisasi itu mencapai
keuntungan ganda. Keuntungan ganda dapat diperoleh jika pimpinannya mempunyai
keterampilan konseptual, manual, ketersmpilsn bekerja sama dengan pemerintah,
kematangan menganalisis peluang, dan lain-lain. Keterampilan yang dimiliki
kepala sekolah ditujukan kepada upaya mencapai tujuan pendidikan pada umumnya
dan kedewasaan anak didik pada khusnya. Bagi pemimpin pendidikan, yang paling
pentig adalah menciptakan tradisi tertentu demi terselenggaranya program
pembelajaran secara baik dengan cara yang lebih personal, administratif,
formal, manusiawi,proporsioanal, dan proyektif.
2.10 Kepemimpinan
Transformasional Dalam Kerangka MBS.
Kemampuan
melakukan transformasi aneka sumber daya sekolah dimutlakkan dalam kerangka
kepemimpinan sekolah yang dikelola secara berbasis MBS. Misalnya,
mentransformasikan visi menjadi realita, panas menjadi energi, potensi menjadi
aktual, laten menjadi manifes, dan sebagainya. Transformasional, karenanya,
mengandung makna sifat-sifat yang dapat mengubah sesuatu menjadi bentuk lain,
misalnya mengubah energi potensial menjadi energi aktual atau motif berprestasi
menjadi prestasi riil. Dengan demikian, seorang kepala sekolah disebut
menerapkan kaidah kepemimpinan transformasional, jika dia mampu mengubah energi
sumber daya, baik manusia, instrumen, maupun situasi untuk mencapai tujuan
reformasi sekolah.
Kepemimpian
transformasional adalah kemampuan seorang pemimpin bekerja dengan dan / atau
melalui orang lain untuk menstransformasikan secara optimal sumber daya
organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan target
capaian yang telah ditetapkan. Sumber daya dimaksud dapat berupa SDM,
fasilitas, dana, dan faktor-faktor eksternal keorganisasian. Di organisasi
sekolah, SDM dimaksud dapat berupa pimpinan, staf, bawahan, tenaga ahli, guru,
dosen, widyaiswara, peneliti, dan lain-lain.
Di
Indonesia, esensi kepemimpinan transformasional, sejatinya masih relatifjarang
menghiasi literatur akademik, khususnya literatur kepemimoinan organisasi
sekolah. Gaya kepemimpinan transformasional seperti gaya demokratis, otoriter,
demokrasi semu, situsional, dan lain-lain, agaknya ia harus menjadi basis
kepala sekolah dalam melakukan transformasi tugas keseharian. Aplikasi gaya
kepemimpinan transformasional pada organisasi-organisasi sekolah sangat ideal.
Segala potensi organisasi sekolah dapat ditransformasikan menjadi aktual dalam
kerangka mencapai tujuan lembaga.
BAB III
KESIMPULAN
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan konsep pengelolaan
sekolah yang ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di era desentralisasi
pendidikan. Untuk mewujudkan harapan terhadap sekolah dan persekolahan, dibutuhkan
beberapa faktor pendukung untuk mewujudkan harapan terhadap sekolah , antara
lain adalah faktor pemimpin atau kepemimpinan yang mampu mengarahkan sebuah
visi menjadi misi bersama. Kepemimpinan adalah setiap perbuatan
yang dilakukan individu atau kelompok untuk mengoordinasi dan memberi arah
kepada individu atau kelompok yang tergabung di dalam wadah tertentu untuk
mencapai tujuan ynag telah ditetapkan sebelumnya. Kepemimpinan berkaitan dengan
masalah kepala sekolah dalam meningkatkan kesempatan untuk mengadakan pertemuan
secara efektif dengan para guru dalam situasi yang kondusif. seseorang yang
menjalankan fungsi kepemimpinan setidaknya harus memiliki pesyaratan atau
sifat-sifat sebagai berikut.
1.
Bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Memiliki Intelegensi yang Tinggi.
3.
Memiliki Fisik yang Kuat.
4.
Berpengetahuan Luas, Baik, Teoretis
Maupun Praktis.
5.
Percaya Diri.
6.
Dapat Menjadi Anggota Kelompok.
7.
Adil dan Bijaksana.
8.
Tegas dan Berinisiatif.
9.
Berkapasitas Membuat Keputusan.
10.
Memiliki Kestabilan Emosi.
11.
Sehat Jasmani dan Rohani.
12.
Bersikap prospektif.
faktor kepemimpinan-lah yang mampu
menggerakkan organisasi menjadi efektif, sementara para manajemen akan
menjalankan tugasnya agar lebih efisien. Namun demikian, gaya
kepemimpinan adalah cara yang dipergunakan pemimpin dalam mempengruhi para
pengikutnya. Untuk memahami gaya kepemimpinan, sedikitnya dapat dikaji dari
tiga pendekatan utama, yaitu pendekatan sifat, perilaku, dan situasonal.
Dalam rangka
melaksanakan MBS, kepala sekolah sebagai pemimpin, harus memiliki berbagai
kemampuan diantaranya yang berkaitan dengan pembinaan disiplin pegawai dan
motivasi, sebab kepala sekolah (schol
administrator) memegang peranan kunci dalam keberhasilan aplikasi MBS.
Disamping itu, kepala sekolah dan tim harus mampu menjalankan komunikasi dengan
masyarakat, mengelola sumber-sumber, bekerja sama dengan orang tua murid dan
keluarga, serta membuat kebijakan dan praktik kerja manjur bagi perbaikan
prestasi belajar siswa. kepemimpinan seseorang dalam tipe-tipe tertentu yang
masing-masing memiliki ciri-ciri seperti :
1.
Pemimpin Otokratik
2. Pemimpin
Demokratis
3. Pemimpin
Permisif
Dalam implementasi manajemen berbasis sekolah seorang kepala sekolah idealnya
dapat berperan sebagai educator, manajer, supervisor, administrator, inovator,
dan leader. Agar kepala
sekolah mampu mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan efesien maka
seorang kepala sekolah harus memiliki lima kompetensi sebagaimana yang diatur
dalam Permendiknas nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah yang meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi
kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial. Robert L.
Katz mengatakan bahwa keterampilan yang harus dimiliki oleh administrator yang
efektif adalah keterampilan teknis (technical
skill), keterampila hubungan manusia (human
relation skill), dan keterampilan konseptual (conceptual skill). Kemampuan melakukan transformasi aneka sumber
daya sekolah dimutlakkan dalam kerangka kepemimpinan sekolah yang dikelola
secara berbasis MBS. Misalnya, mentransformasikan visi menjadi realita, panas
menjadi energi, potensi menjadi aktual, laten menjadi manifes, dan sebagainya.