Sabtu, 09 November 2013

kepemimpinan dalam MBS








KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan karya tulis ini tepat pada waktunya yang berjudul “KEPEMIMPINAN DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH”
Penulis menyadari bahwa karya  tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun  selalu penulis harapkan demi kesempurnaan karya tulis ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

DAFTAR PUSTAKA
halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................      i
DAFTAR ISI............................................................................................................      ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG........................................................................................      1
1.2  RUMUSAN MASALAH ...................................................................................      2
1.3  TUJUAN..............................................................................................................      3
BAB II PEMBAHASAN
                                                                                       
2.1  Definisi, Makna, dan Persyaratan Kepemimpinan...............................................      4
2.2  Manajemen dan Kepemimpinan...........................................................................      13
2.3   Gaya Kepemimpinan...........................................................................................      15
2.4  Kepemimpinan dalam Peningkatan Kinerja.........................................................      21
2.5  Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Konteks MBS........................................      25
2.6  Kepemimpinan Kepala Sekolah Yang Efektif.....................................................      27
2.7  Tipe-Tipe Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Pelaksanaan MBS..................      28
2.8  Peran Kepala Sekolah Dalam Pelaksanaan MBS.................................................      29
2.9  Keterampilan Kepemimpinan Kepala Sekolah.....................................................      31
2.10                        Kepemimpinan Transformasional Dalam Kerangka MBS......................      33                          
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................      35
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan konsep pengelolaan sekolah yang ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di era desentralisasi pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah diharapkan mampu menjawab tantangan jaman dan ekpektasi negara, masyarakat, serta keluarga terhadap sekolah. Untuk mewujudkan harapan terhadap sekolah dan persekolahan tersebut, maka masih dibutuhkan beberapa faktor pendukung lainnya, antara lain adalah faktor pemimpin atau kepemimpinan yang mampu mengarahkan sebuah visi menjadi misi bersama.
Pada era otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan muncul kebijakan program dari Departemen Pendidikan Nasional, yaitu Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Program ini merupakan  upaya peningkatan mutu pendidikan melalui pendekatan pemberdayaan sekolah dalam mengelola institusinya. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri. Umumnya dipandang bahwa para kepala sekolah merasa nirdaya karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang menumpulkan kreativitas berinovasi.
Kepemimpian merupakan suatu hal yang sangat penting dalam manajemen berbasis sekolah. Kepemimpinan berkaitan dengan masalah kepala sekolah dalam meningkatkan kesempatan untuk mengadakan pertemuan secara efektif dengan para guru dalam situasi yang kondusif. Perilaku kepala sekolah harus dapat mendorong kinerja para guru dalam menunjukkan rasa bersahabat, dengan dan penuh pertimbangan terhadap para guru, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Perilaku instrumental merupakan tugas-tugas yang berorientasikan dan secara langsung diklarifikasi dalam peranan dan tugas-tugas para guru, sebagai individu dan sebagai kelompok. Perilaku pemimpin yang positif dapat mendorong kelompok dalam mengarahkan dan memotivasi individu unutk bekerja sama dalam kelompok dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.
Namun pada prakteknya,  Kepala Sekolah sebenarnya merupakan aktor yang paling diharapkan berperan sebagai pemimpin dalam MBS untuk mewujudkan visi menjadi misi yang feasible bagi peningkatan pelayanan dan kualitas sekolah. Pihak-pihak lain seperti, komite sekolah, para guru, orangtua, dewan pendidikan dan dinas pendidikan diharapkan menyumbang pada pengembangan kepemimpinan kepala sekolah dalam hal, penilaian, tantangan, dan dukungan.
2.2 Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.         Apakah definisi, makna, dan persyaratan dari kepemimpinan dalam MBS ?
2.         Apakah perbedaan antara Manajemen dan Kepemimpinan ?
3.         Apakah yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan dan bagaimana untuk memahami gaya kepemimpinan tersebut ?
4.         Jelaskan kemampuan yang harus dimiliki kepala sekolah dalam melaksanakan MBS di dalam peningkatan kinerja ?
5.         Sebutkan peranan kepemimpinan kepala sekolah dalam konteks MBS  ?
6.         Sebutkan tipe-tipe kepemimpinan kepala sekolah dalam MBS ?
7.         Apa saja yang merupakan kriteria kepemimpinan kepala sekolah yang  efektif dalam MBS tersebut ?
8.         Jelaskan keterampilan yang harus dimiliki oleh pemimpin yang efektif  ?
9.         Jelaskan Kepemimpinan Transformasional Dalam Kerangka MBS ?

2.3  Tujuan
Tujuan makalah ini adalah :

1.         Mengetahui definisi, makna, dan persyaratan dari kepemimpinan dalam MBS.
2.         Mengetahui perbedaan antara Manajemen dan Kepemimpinan.
3.         Mengetahui dan memahami gaya kepemimpinan dalam MBS.
4.         Mengetahui kemampuan yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam melaksanakan MBS di dalam peningkatan kinerja.
5.         Mengetahui peranan kepemimpinan kepala sekolah dalam konteks MBS.
6.         Mengetahui tipe-tipe kepemimpinan kepala sekolah dalam MBS.
7.         Mengetahui kriteria kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam MBS.
8.         Mengetahui keterampilan yang dimiliki oleh pemimpin yang efektif.
9.         Mengetahui Kepemimpinan Transformasional Dalam Kerangka MBS

 BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Definisi, Makna, dan Persyaratan Kepemimpinan
Salah satu syarat keberhasilan sekolah yang menerapkan format kerja MBS adalah kemampuan kepemimpinan kepala sekolah. Apakah kepemimpinan itu ?. kepemimpinan merupakan sebuah fenomena universal. Siapapun menjalankan tugas-tugas kepemipinan, ketika dalam tugas itu dia berinteraksi dan mempengaruhi orang lain. Bahkan dalam kapasitas pribadi pun, di dalam diri pribadi itu ada kapasitas atau potensi pengendali yang pada intinya memfasilitasi seseorang untuk dapat memimpin dirinya sendiri. Kepemimpinan merupakan sebuah fenomena yang kompleks sehingga amat sukar untuk dibuat rumusan yang menyeluruh tentang arti kepemimpinan. Oleh karena itu, tidak ada satu definisi kepemimpinan pun dapat dirumuskan secara sangat lengkap untuk mengabstraksikan perilaku sosial atau perilaku interaktif manusia di dalam organisasi yang memilki regulasi dan struktur tertentu, serta misi yang kompleks.
Definisi pengembangan kepemimpinan (leadership development) adalah perluasan kapasitas sesorang untuk menjadi efektif dalam peran dan proses kepemimpinan. Peran dan proses kepemimpinan merupakan peran dan proses yang memungkinkan kelompok orang dapat bekerja bersama dengan cara yang produktif dan bermanfaat. Ada tiga hal penting dalam definisi pengembangan kepemimpinan ini, yaitu :
1.      Pengembangan kepemimpinan diarahkan pada pengembangan kapasitas inividu, atau tujuan utamanya adalah kapasitas individu
2.      Apa yang membuat seseorang efektif dalam peran dan proses kepimimpinan. Setiap orang dalam kehidupannya harus mengambil peran dan berpartisipasi dalam proses kepemimpinan agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya dalam masyarakat sekitarnya, oragnisasi dimana mereka bekerja, kelompok professional dimana mereka diakui keberadaannya, tetangga dimana mereka bermasyarakat, dan seterusnya.
3.     Individu dapat memperluas kapasitas kepemimpinannya. Kuncinya adalah bahwa setiap orang bisa belajar, tumbuh dan berubah (Cynthia D. McCauley, Russ . Moxley, Ellen Van Velsor, 1998:4)

Untuk mendapatkan gambaran tentang arti kepemimpinan, berikut ini di kemukakan beberapa definisi kepemimpinan menurut para ahli D.E. McFarland (1978) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dimana pemimpin dilukiskan akan memberi perintah atau pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. J.M. Pfiffner (1980) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah  seni mengoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Oteng Sutisna (1983) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mengambil inisiatif dalam situasi sosial untuk menciptakan bentuk dan prosedur baru, merancang dan mengatur perbuatan, dan dengan berbuat begitu membangkitkan kerja sama ke arah tercapainya tujuan.
Beberapa definisi tersebut memberi gambaran yang cukup luas dan mendalam tentang kepemimpinan. Beberapa rumusan lain yang dapat ditarik dari definisi tersebut adalah sebagai berikut.
1.         Kepemimpinan adalah setiap perbuatan yang dilakukan individu atau kelompok untuk mengoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok yang tergabung di dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
2.         Aktivitas kepala sekolah antara lain terjelma dalam bentuk memberi perintah, membimbing dan memengaruhi kelompok kerja atau orang lain dalam rangka mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien.
3.         Aktivitas kepala sekolah dpat dilukiskan sebagai seni (art) dan bukan ilmu (science) untuk mengoordinasi dan memberi arah kepada anggota kelompok dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu.
4.         Memimpin adalah mengambil inisiatif dalam rangka situasi sosial (bukan perseorangan) untuk membuat prakarsa baru, menentukan prosedur, merancang perbuatan dan segenap kreativitas lain, dan karena itu pulalah tujuan organisasi akan tercapai.
5.         Pimpinan selalu berada dalam situasi sosial sebab kepemimpian pada hakikatnya adalah hubungan antara individu dan individu atau kelompok dan individu dan kelompok lain. Individu atau kelompok tertentu disebut pimpinan dan individu atau kelompok lain disebut bawahan.
6.         Pimpinan tidak memisahkan diri dari kelompoknya. Pimpinan bekerja dengan orang lain, bekerja melalui orang lain atau keduanya.
Berdasarkan hasil kajian terhadap sejumlah literatur dan sintesis dari diskusi yang dilakukan dengan siswa bahwa untuk menjadi kepala sekolah yang ideal harus memenuhi persyaratan tertentu. Syarat-syarat tersebut harus dimiliki sekolah yang menerapkan manajemen dengan format MBS. Hal ini dikarenakan tugas pokok pimpinan paling tidak meliputi tiga dimensi, yaitu memimpin sekelompok orang, menggerakkan sumber daya material, dan melaksanakan pekerjaan dengan dan melalui orang lain.
Kepala sekolah ideal harus memiliki kelebihan dibandingkan dengan kelompok yang dipimpinnya, sekaligus ada kesadaran dalam dirinya bahwa dia memiliki kelemahan. Misalnya, dia memiliki kelemahan dalam pekerjaan teknis, tetapi memiliki kelebihan dalam menggerakkan orang. Lebih jauh lagi, baik karena jabatan formal atau karena kepentingan tertentu, seseorang yang menjalankan fungsi kepemimpinan setidaknya harus memiliki pesyaratan atau sifat-sifat sebagai berikut.



1.         Bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Kepala sekolah menghargai staffnya tidak hanya sebagaimana adanya, tetapi manusia sebagai makhluk Tuhan. Dengan demikian, seorang kepala sekolah tidak melihat staffnya dan seluruh komunitas sekolah dari satu sisi saja, misalnya agama, intelegensi, kondisi fisik, tingkat sosial ekonomi, dan latar belakang untuk kepentingan mendudukkan label tertentu kepadanya, tetapi memandangnya utuh sebagai makhluk Tuhan. Penghargaan dan pengakuan bahwa manusia itu makhluk Tuhan amat esensial agar kepala sekolah tidak berperilaku secara semena-mena.
2.         Memiliki Intelegensi Yang Tinggi
Kemampuan analisis yang tinggi adalah syarat mutlak bagi kepemimpinan yang efektif. Misalnya, kemampuan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi sekolahnya yang menerapkan MBS. Mengapa kemampuan analisis ini diperlukan ? sering kali seorang kepala sekolah menghadapi kondisi dilematis yang tidak dapat dipecahkan melalui kerangka berpikir simplistik. Sering pula dia menghadapi fenomena yang kompleks dan data rumit, yang masing-masingnya perlu ditelaah secara tali-temali sebelum diambil keputusan. Organisasi sekolah yang makin membesar menuntut seorang kepala sekolah dapat berpikir secara luas, mendalam, dan dapat memecahkan masalah dalam waktu relatif singkat.
3.         Memiliki Fisik Yang Kuat
Tidak jarang seorang kepala sekolah harus bekerja dalam waktu lama dan sangat melelahkan. Di Lembah Silikon, Amerika Serikat, mislanya, banyak karyawan yang berangkat bekerja pada hari Senin dan pulang kerumah pada hari Jum’at. Pekerja dilepas pantai pun begitu, apalagi pimpinannya. Banyak pekerjaaan organisasi menuntut kekuatan dan ketahan fisik dalam waktu lama. Kepala sekolah organisasi besar mempunyai kesibukan luar biasa dan sering kali lebih sibuk dari dugaan orang banyak.
4.         Berpengetahuan Luas, Baik, Teoretis Maupun Praktis.
Kegagalan seseorang pimpinan antara lain disebabkan rendahnya kemampuan teoritis dan ketidakmampuan bertindak secara praktis. Sebaliknya, kepala sekolah ynag profesional perlu memiliki kedua-duanya. Dengan pengetahuan luas, tidak berarti bahwa seorang kepala sekolah harus lulusan universitas atau akademis. Insan akademik tidak  jarang memiliki pengetahuan yang sempit secara keorganisasian. Sementara itu orang yang berpendidikan rendah adakalanya memiliki pengetahuan luas dengan kecakapan praktis yang memadai. Seorang kepala sekolah dituntut memiliki kemauan belajar, baik secara tim maupun pengembangan diri sendiri (self-development) secara terus-menerus.
5.         Percaya Diri.
Percaya diri tidak sama dengan percaya pada diri sendiri dan tidak percaya pada orang lain. Sikap seseorang terhadap konsep dan keyakinan dirinya (self-confidence) adalah faktor penentu kesuksesan kerja seorang pimpinan. Pimpinan yang sukses bersikap konsisten atau tidak labil menghadapi situasi yang variatif. Situasi kepemimpinan yang baik adalah yang arah pemikiran dan kebijakannya dapat dibaca atau diterjemahkan secara tepat dan pasti oleh bawahannya, bukan dengan menggunakan jurus mabuk.
6.      Dapat Menjadi Anggota Kelompok.
Seorang kepala sekolah selalu bekerja dengan dan melalui anggota kelompoknya. Hal ini sejalan dengan tuntutan lahirnya manajemen partisipatif bagi efektivitas implementasi MBS. Kerja sama itu amat terasa esensi dan urgensinya. Dikarenakan adanya perpaduan antara pimpinan dan anggota kelompoklah, tujuan organisasi akan dapat tercapai secara efektif dan efesien. Seorang kepala sekolah berada di  dalam kelompok dan bukan di luarnya. Kelompok mempercayai pimpinan sebagai bagian dari dirinya. Aktivitas kepala sekolah didasari atas kepentingan kelompok atau organisasi, bukan karena misi pribadi yang terlepas dari sistem lain.
7.         Adil dan Bijaksana.
Sesuai dengan kodratnya, manusia ingin diperlakukan secara adil. Dia tidak cukup berbekalkan bijak, tetapi juga harus bajik. Oleh karena itu, seorang kepala sekolah harus membuat kebijakan dan sekaligus melakukan kebajikan. Keadilan mengandung makna kesesuaian antara hak dan kewajiban, posisi dan tugas, serta prinsip keseimbangan lain. Dengn cara ini, partisipasi total guru di sekolah yang dipersyaratkan dalam MBS akan terjelma. Bijaksana berarti kepala sekolah harus menjangkau aspek manusiawi individu yang dipimpin. Derajat pengertian dan perlakuan yang sehat dan tepat mengenai diri seseorang adalah ciri lain dari kepala sekolah yang bijaksana.
8.         Tegas dan Berinisiatif.
Tegas tidak identik dengan kaku dan keras, bukan pula otoriter dan diktator. Ketegasan adalah kemampuan mengambil keputusan atas dasar keyakinan tertentu, dengan didukung oleh data yang kuat atau naluri intuitif yang tepat. Berinisiatif berarti bahwa seseorang yang menduduki posisi pimpinan mampu membuat gagasan baru, inovasi baru, atau tindakan lain yang memberikan pencerminan bahwa dia mempunyai pemikiran tertentu atas suatu subjek. Bernisiatif berarti pula kemampuan memancing kreativitas untuk staf berbuat dengan caranya sendiri, sepanjang tidak mematikan tujuan akhir yang telah diharapkan.
9.         Berkapasitas Membuat Keputusan.
Organisasi yang baik adalah organisasi yang dapat menelurkan keputusan dengan kualitas yang baik. Membuat keputusan pada intinya adalah memecahkan persoalan keorganisasian. Kepala sekolah yang memiliki kapasitas membuat keputusan akan dapat membawa organisasinya mencapai tujuan tertentu
10.     Memiliki Kestabilan Emosi.
Ciri manusia beremosi stabil adalah sabar dan tidak mengambil inisiatif dalam situasi emosional, kecuali benar-benar terpaksa. Kalaupun dia terpaksa mengambil keputusan dalam situasi emergensi, nuansa kesabaran itu masih tampak, dan tidak sengaja mengambil pilihan fatalistik. Pimpinan yang sabar didambakan pengikut (followers). Oleh karena itu, ia harus mampu mengendalikan emosi dan berpikir rasional pada situasi yang berbeda. Di dalam menentukan tindakan, seorang kepala sekolah dituntut tetap berada pada posisi sikap normal dan tahan terhadap godaan. Emosi yang stabil berarti pula bersikap tidak tergesa-gesa. Kepala sekolah harus sabar, teliti, dan hati-hati, karena setiap tindakan atau keputusannya mengandung suatu konsekuensi tertentu.
11.     Sehat Jasmani dan Rohani.
Sehat jasmani dan rohani adalah syarat mutlak seorang pimpinan, tetapi bukan tidak boleh kita dipimpin oleh orang buta, meski seharusnya tidak terjadi, apalagi jika yang bersangkuatan harus sering menandatangani dokumen, surat resmi atau cek bank. Namun demikian, sehat jasmani tidak mutlak bertolak belakang dengan cacat fisik. Oleh karena itu, ukuran sehat jasmani relatif situasional. Sehat jasmani dan rohani memungkinkan seseorang bekerja secara optimal dalam bidang yang dia tekuni. Hanya subjek yang mempunyai kesehatan kedua-duanya yang dapat bekerja secara sehat.
12.     Bersikap prospektif
Organisasi beroperasi dengan memanfaatkan tiga kondisi, yaitu pengalaman masa lalu, kearifan masa kini, dan harapan masa depan. Masa depan memang tidak dapat diramalkan secara pasti, meskipun dapat diantisipasi jika variabelnya telah diketahui atau dianalisis secara hati-hati. Sifat prospektif itu diperlukan terutama untuk menghadapi supra sistem yang dinamai, seperti pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, perubahan kondisi politik di dalam dan di luar negeri, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, kebijakan moneter, dan sebagainya.
Kepala sekolah yang baik adalah yang berkualitas. Kualitas yang dimaksud bukan yang diklaim oleh seorang pimpinan atau oleh mereka yang akan dipromosikan atau mempromosikan diri duduk pada posisi itu, melainkan kualitas atas dasar pengakuan bawahan atau masyarakat. Kualitas kepala sekolah macam apa yang dikendaki oleh bawahan atau penngguna lainnya ? banyak pendapat bawahan tentang kualitas kepala sekolah yang mereka harapkan.
Kuailtas kepala sekolah dimaksudkan di sini berlaku secara general, baik di dunia bisnis, organisasi sosil, lembaga keswadayaan, dan lembaga pendidikan. Kualitas kepala sekolah pendidikan yang diharapkan tentu secara spesifik dapat dibedakan dengan kualitas kepala sekolah di organisasi lain. Perbedaan itu antara lain disebabkan perbedaan berbagai karakteristik organisasi, seperti proses kerja, alat yang dipakai, sumber daya manusia yang ada, tata struktur organisasi, daerah jangkauan kerja organisasi, tujuan akhir organisasi, dan karakteristik tugas kelembagaan.
Bagaimana kualitas pimpinan yang diharapkan oleh bawahan ? paling tidak ada lima karakteristik yang harus  dipenuhi oleh pimpinan. Pertama, bawahan menginginkan agar kepala sekolahnya mempunyai tujuan yang jelas dan konsisten, bukan pemimpin yang selalu menikuti arah angin. Kedua, bawahan menginginkan pemimpinnya membuat rencana yang baik dan dapat dijangkau bukan rencana yang muluk-muluk yang bersifat utopia, mimpi, atau mengharapkan wangsit. Ketiga, bawahan menginginkan pemimpin yang secara terus-menerus menginformasikan kemajuan perusahaan atau organisasi kepadanya. Keempat, bawahan menghendaki agar pemimpinnya memperlakukan mereka sebagai manusia dan bukan seperti robot. Kelima, bawahan menuntut pemimpin yang mampu membawa kemajuan organisasi secara arif dan bijaksana.
Penelitian ilmiah dilakukan oleh Keith Davis terhadap 500 orang karyawan terhadap profil pimpinan yang dikehendaki oleh mereka menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1.         Kami membutuhkan pemimpin yang baik karena kami sangat bergantung kepadanya.
2.         Kami ingin mendapatkan penerangan atau penjelasan, kami ingi mengetahui tujuan yang dicapai, di mana kami berada, dan potensi apa yang ada di lingkungan kerja kami.
3.         Kami membutuhkan perangsang dan kesempatan untuk maju, kami menerapkan adanya usaha dan kompetisi dengan mereka yang sedang menempuh jenjang kemajuan.
4.         Kami ingin kebebasan dalam sikap sehubungan dengan masalah yang kami hadapi.
5.         Kami ingin hidup rukun bermasyarakat dan ingin penghormatan dari orang lain.
6.         Kami ingin jaminan keamanan dan kami tantang semua perubahan.
7.         Kami ingin kondisi kerja yang menyenangkan, sejauh ada kemampuan yang dapat disumbangkan akan kami sumbangkan karena ini termasuk imbalan jasa.
8.         Kami ingin melakukan pekerjaan yang ada manfaatnya. Kami ingin bekerja  dan memberikan sumbangan karena masyarakat karena partisipasi akan meningkatkan prestasi kami.
9.         Kami ingin diperlakukan secara jujur.
Keberhasilan atau kegagalan seorang kepala sekolah tidak hanya ditentukan oleh dirinya sendiri, tetapi juga ditentukan oleh akumulasi subsistem yang terlibat, yaitu kepala sekolah sendiri dengan seperangkap potensinya, karakteristik bawahan, karakteristik situasi, kondisi organisasi di luar manusianya, dan karakteristik dan kondisi di luar organisasi. Keberhasilan organisasi mengandung arti keberhasilan kepala sekolah dan juga keberhasilan individu atau kelompok yang dipimpinnya. Tidak banyak perubahan yang dapat diraih oleh kepala sekolah sendiri dan tidak pula akan banyak hasil yang dicapai oleh bawahan yang bekerja sendiri-sendiri. Hubungan sinergis antar karyawan memunculkan kekuatan lebih dibandingkan dengan ketika mereka bekerja sendiri-sendiri. Keberhasilan organisasi tergantung kepada kelompok yang anggotanya satu sama lain saling mengisi.
2.2     Manajemen Dan Kepemimpinan.
Banyak yang berpendapat bahwa sebuah organisasi akan efektif, apabila dikelola dengan manajemen  yang baik. Pendapat ini tidak salah seluruhnya, akan tetapi sebenarnya faktor kepemimpinanlah yang mampu menggerakkan organisasi menjadi efektif, sementara para manajemen akan menjalankan tugasnya agar lebih efisien.  Selama beberapa dekade, banyak orang yang menekankan manajemen karena lebih mudah diajarkan dibanding dengan kepemimpinan. Dengan menekankan pada aspek manajemen, banyak persoalan yang tidak terlacak dan akan menimbulkan arogansi. Hal tersebut menyebabkan transformasi organisasi menjadi semakin sulit.
Manajemen adalah seperangkat proses yang dapat menjaga sistem yang kompleks, terdiri dari orang dan teknologi dan berjalan secara perlahan. Aspek-aspek terpenting dalam manajemen meliputi perencanaan, penganggaran, organizing, staffing, pengawasan, dan pemecahan masalah. Kepemimpinan adalah seperangkat proses yang menciptakan organisasi mampu mengadaptasi pada lingkungan yang berubah secara signifikan. Kepemimpinan mendefinisikan seperti apakah masa depan itu, membimbing orang sesuai dengan visi tersebut, dan memberi inspirasi kepada mereka untuk membuat hal itu terjadi meskipun banyak hambatan (John P. Kotter, 1996). Untuk lebih jelasnya akan ditunjukkan dalam bagan tentang manajemen versus kepemimpinan sebagai berikut:
Kepemimpinan
  • Membuat pedoman: mengembangkan visi masa depan, visi jangka panjang, dan strategi-strategi untuk menghasilkan perubahan yang diperlukan untuk pencapaian visi tersebut.
  • Mengarahkan orang: mengkomunikasikan gagasan dengan kata-kata dan tingkah laku kepada semua orang dengan mana kerjasama mungkin diperlukan seperti untuk mempengaruhi kreasi team dan kerjasama yang memahami visi dan strategi.
  • Memotivasi dan memberikan inspirasi: menyemangati orang
untuk memecahkan hambatan-hambatan birokrasi, dan keterbatasan-keterbatasan sumber daya untuk berubah sesuai dengan kepuasan dasar yang merupakan kebutuhan manusia yang sering belum terpenuhi.
·         Menghasilkan perubahan, sering pada tingkat yang dramatis, dan memiliki potensi untuk menghasilkan perubahan yang sungguh-sungguh bermanfaat.

Manajemen

·         Merencanakan dan menganggarkan: membuat tahapan-tahapan yang detail dan schedule untuk pencapaian hasil yang diinginkan, kemudian mengalokasikan sumber-sumber yang diperlukan untuk pencapaianny.
·         Mengorganisasi dan staffing: membuat beberapa struktur untuk pelaksanaan unsur-unsur perencanaan, mengisi struktur tersebut dengan individu-individu, mendelegasikan tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan rencana tersebut, merumuskan policy dan prosedur untuk membantu mengarahkan orang, dan membuat metode atau sistem untuk memonitor kegiatan.
·         Mengawasi dan memecahkan masalah: memonitor hasil, mengidentifikasi defiasi.
·         perencanaan, kemudian merencanakan dan mengorganisir untuk memecahkan persoalan-persoalan tersebut.
·         Menghasilkan sesuatu yang terprediksikan dan menyusun serta memiliki kemampuan untuk secara konsisten memperoleh hasil-hasil jangka pendek yang diinginkan oleh stakeholder.
Manajemen versus Kepemimpinan























2.3     Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah cara yang dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Menurut Thoha (1995) gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dilakukan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilku orang lain seperti yang ia lihat. Dalam hal ini usaha menselaraskan persepsi di antara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan yang akan dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya.
Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku seorang pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi anak buahnya, apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan, cara pemimpin bertindak dalam mempengaruhi anggota kelompok gaya kepemimpinannya. Secara teoritis telah banyak dikenal gaya kepemimpinan, namun gaya mana yang terbaik tidak mudah untuk ditentukan. Untuk memahami gaya kepemimpinan, sedikitnya dapat dikaji dari tiga pendekatan utama, yaitu pendekatan sifat, perilaku, dan situasonal.

1.      Pendekatan Sifat
Pendekatan sifat mencoba menerangkan sifat-sifat yang membuat seseorang berhasil. Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa individu merupakan pusat kepemimpinan. Kepemimpinan dipandang sebagai sesuatu yang mengendung lebih banyak unsur individu, terutama pada sifat-sifat individu. Penganut pendekatan ini berusaha mengidentifikasikan sifat-sifat kepribadian yang dimiliki oleh pemimpin yang berhasil dan yang tidak berhasil. Menurut Sutisna (1993), pendekatan sifat berpendapat bahwa terdapat sifat-sifat tertentu, seperti kekuatan fisik atau keramahan yang esensil, pada kepemimpinan yang efektif. Sifat-sifat pribadi yang tak terpisahkan ini seperti intelegensi, dianggap bisa dialihkan dari satu situasi ke situasi yang lain. Karena tidak semua orang memiliki sifat-sifat ini hanyalah mereka yang memiliki ini yang bisa dipertimbangkan untuk menempati kedudukan kepemimpinan.
Dengan demikian ada seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat bawaan yang membedakannya dari yang bukan pemimpin. Pendekatan ini menyarankan beberapa syarat yang harus dimiliki pemimpin yaitu : kekuatan fisik dan susunan syaraf, penghayatan terhadap arah dan tujuan, antusiasme, keramahtamahan, integritas, keahlian teknis, kemampuan mengambil keputusan, intelegensi, keterampilan  memimpin, dan kepercayaan (Tead, 1963).
Pendekatan sifat tampaknya tidak mampu menjawab berbagai pertanyaan di sekitar kepemimpinan. Sebagai contoh, adakah kombinasi optimal daari sifat kepribadian dalam menentukan keberhasilan pemimpin. Apakah sifat-sifat kepribadian itu mampu mengindikasikan kepemimpinan yang potensial? apakah karakteristik itu dapat dipelajari atau telah ada sejak seseorang lahir?. Ketidakmampuan pendekatan ini dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut menyebkan banyak kritik yang datang dari berbagai pihak.
2.      Pendekatan Perilaku
Setelah pendekatan sifat kepribadian tidak mampu memberikan jawaban yang memuaskan, perhatian para pakar berbalik dan mengarahkan studi mereka kepada perilaku pemimpin. studi ini memfokuskan dan mengidentifikasi perilaku yang khas dari pemimpin dalam kegiatannya mempengaruhi orang lain (pengikut). Pendekatan perilaku kepemimpinan banyak membahas keefektifan gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh pemimpin.
Dalam pembahasan ini berturut-turut disajikan berbagai hasil studi mengenai gaya kepemimpinan yang menggunakan pendekatan perilaku.


a.       Studi Kepemimpinan Universitas OHIO
Ide penelitian mengenai kepemipinan dimulai 1945 oleh Biro urusan dan Penelitian Ohio State University. Penelitian ini memperoleh gambaran mengenai dua dimensi utama dari perilaku pemimpin yang dikenal sebagai pembuatan inisiatif (initiating structur) dan perhatian (consideration).
Pembuatan inisiatif menggambarkan bagaimana seseorang pemimpin memberi batasan dan struktur terhadap peranannya dan peran bawahannya untuk mencapai tujuan. Adapun konsiderasi menggambarkan derajat dan corak hubungan seorang pemimpin dengan bawahannya yang ditandai saling percaya, menghargai, dan menghormati dengan bawahannya. Dengan mengkombinasikan dua dimensi pembuatan inisiatif dan perhatian dapat dibedakan  empat gaya kepemimpinan sebagai berikut: perhatian renda pembuatan inisiatif rendah, perhatian tinggi pembuatan inisiatif rendah, perhatian tinggi pembuatan inisiatif tinggi, dan perhatian rendah pembuatan inisiatif tinggi.
b.      Studi Kepemimpinan Universitas Michigan
Hersey & Blanchard mengidentifikasi dua konsep, yaitu bawahan dan produksi. Pemimpin yang menekankan pada orientasi bawahan menganggap setiap karyawan penting dan menerimanya sebagai pribadi. Sedangkan pemimpin yang menekankan pada orientasi produksi dan aspek kerja, bawahan dianggap sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Ini sama dengan tipe otoriter (task) dan demokrasi (relationship).
c.    Jaringan Managemen
Dikembangkan oleh Blake & Mouton, menurut mereka manajemen berhubungan dengan 2 hal, yaitu (a) perhatian menekankan pada produksi / tugas : menekankan mutu pelayanan staf, efisiensi kerja, dan jumlah pengeluaran ; (b) perhatian pada orang – orang : memperlihatkan keterlibatan anak buah untuk mencapai tujuan (aspek yang menyangkut harga diri anak buah, tanggung jawab berdasarkan kepercayaan, suasana kerja yang menyenangkan, dan hubungan yang harmonis).
d.      Sistem Kepemimpinan Likert
Ia mengembangkan teori kepemimpinan dua dimensi, yaitu orientasi tugas dan individu. Ia merancang 4 sistem kepemimpinan sebagai berikut :
Sistem 1 : sangat otokratis → kepercayaan pada bawahan sedikit, suka mengeksploitasi bawahan, bersikap paternalistik, memotivasi dengan ketakutan dan hukuman, penghargaan diberikan secara kebetulan (occasional rewards), komunikasi turun ke bawah serta membatasi pengambilan keputusan di tingkat atas.
Sistem 2 : otokratis baik hati (Benevolent Authoritative) → kepercayaan terselubung, percaya pada bawahan, mau memotivasi dengan hadiah dan ketakutan berikut hukuman, membolehkan adanya komunikasi ke atas, mendengarkan pendapat / ide dari bawahan, dan membolehkan delegasi wewenang dalam proses keputusan.
Sistem 3 : Manajer konsultatif → sedikit kepercayaan pada bawahan, mau melakukan motivasi dengan penghargaan dan hukumanyang kebetulan dan berkehendak melakukan partisipasi, hubungan komunikasi ke atas dan ke bawah, membuat keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas, tetapi keputusan mengkhususkan pada tingkat bawah.
Sistem 4 : Partisipatif (Partisipative Group) → kepercayaan yang sempurna terhadap bawahan, mengandalkan bawahan untuk mendapatkan ide / pendapat serta mempunyai niat untuk menggunakan pendapat bawahan secara konstruktif, penghargaan bersifat ekonomis berdasarkan partisipasi kelompok dan keterlibatannya pada setiap urusan, mendorong untuk ikut tanggung jawab buat keputusan dan melaksanakan keputusan dengan tanggung jawab yang benar.

3.      Pendekatan Situsional
Pendekatan stasional hampir sama dengan pendekatan perilaku, keduanya menyoroto perilaku kepemimpinan dalam situasi tertentu. Dalam hal ini kepemimpinan lebih merupakan fungsi situasi daripada sebagai kualitas pribadi, dan merupakan suatu kualitas yang timbul karena interaksi orang-orang dalam situasi tertentu.
a.       Teori Kepemimpinan Kontingensi
Menurut Fiedler & Chemers, menjadi pemimpin bukan karena faktor kepribadian tetapi karena berbagai faktor situasi (saling berhubungan antara pemimpin dengan situasi). Faktor tersebut sesungguhnya merupakan tiga dimensi dalam situasi yang mempengaruhi gaya kepemimpinan.
1)      Hubungan antara pemimpin dengan bawahan
Hubungan ini sangat penting bagi pemimpin, karena hal ini menentukan bagaimana pemimpin diterima oleh anak buah. Pada umumnya hal ini didasarkan pada persepsi pemimpin mengenai suasana kelompok.
2)      Struktur Tugas
Dimensi ini berhubungan dengan sejauh tugas merupakan pekerjaan rutin atau tidak. Apabila struktur tugas cukup jelas maka prestassi setiap orang lebih mudah diawasi, serta tanggung jawab setiap orang lebih pasti.
3)      Kekuasaan Yang Berasal dari Organisasi
Dimensi ini menunjukkan sampai sejauh mana pemimpin mendapat kepatuhan anak buahnya, dengan menggunakan kekuasaan yang bersumber dari organisasi. Pemimpin yang menerima kekuasaan yang jelas dari organisasi akan mendapat kepatuhan lebih dari bawahan.
 Dua jenis gaya kepemimpinan dan dua tingkat yang menyenangkan adalah mengutamakan tugas dan hubungan kemanusiaan
b.      Teori Kepemimpinan Tiga Dimensi
Menurutnya ada 3 dimensi yang dipakai untuk menentukan gaya kepemimpinan, yaitu perhatian pada produksi/tugas, perhatian pada orang, dimensi efektifitas. Ini sama dengan jaringan manajemen yang memiliki 4 dasar kepemimpinan yaitu integrated, related, separated, dan dedicated. Gaya kepemimpinan tersebut selanjutkan dikelompokkan ke dalam gaya efektif dan tidak efektif sebagai berikut :
1)      Gaya Efektif

·         Execusif ; gaya ini menunjukkan adanya perhatian baik kepada tugas maupun kepada hubungan kerja dalam kelompok.
·         Developer : gaya ini memberikan perhatian yang cukup tinggi terhadap hubungan kerja dalam kelompok dan perhatian minimum terhadap tugas pekerjaan.
·         Benevolent Authocrat : gaya ini memberikan perhatian yang tinggi terhadap tugas da rendah dalam hubungan kerja.
·         Birokrat : gaya ini memberikan perhatian yang rendah terhadap tugas maupun terhadap hubungan.

2)      Gaya yang tidak efektif.

·         Compromiser : gaya ini memberi perhatian tinggi pada tugas maupun pada hubungan kerja.
·         Missionary : gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada hubungan kerja dan rendah pada tugas.
·         Autocrat : gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada tugas dan hubungan.
·         Deserter : gaya ini memberi perhatian yang rendah pada tugas dan hubungan kerja.

c.       Teori Kepemimpinan Situasional
Teori ini di dasarkan pada hubungan 3 faktor, yaitu perilaku tugas (Task behavior) yang merupakan pemberian petunjuk, perilaku hubungan (Relationship behavior) adalah ajakan melalui komunikasi zarah, serta kematangan (Maturity) yang merupakan kemampuan dan kemauan anak buah dalam mempertanggung jawabkan. Kematangan (maturity) merupakan faktor dominan.
Menurut teori ini, gaya yang tepat untuk diterapkan adalah :
1)      Gaya mendikte (Telling) : diterapkan pada anak buah dengan tingkat kematangan rendah.
2)      Menjual (Selling) : diterapkan pada anak buah taraf rendah hingga moderat.
3)      Melibatkan diri (Participating) : diterapakan pada anak buah moderat hingga tinggi.
4)      Mendelegasikan (Delegating) : diterapkan pada anak buah yang memiliki kemampuan dan kemauan tinggi.

2.4       Kepemimpinan dalam Peningkatan Kinerja.
Dalam rangka melaksanakan MBS, kepala sekolah sebagai pemimpin, harus memiliki berbagai kemampuan diantaranya yang berkaitan dengan pembinaan disiplin pegawai dan motivasi.
a.       Pembinaan Disiplin (self-disipline)
Disiplin merupakan sesuatu yang penting untuk menanamkan rasa hormat terhadap kewenangan, menanamkan kerja sama dan merupakan kebutuhan untuk berorganisasi serta untuk menanamkan rasa hormat terhadap orang lain. Soelaeman mengemukakan bahwa pemimpin berfungsi sebagai pengemban ketertiban yang patut diteladani, tetapi tidak di harapkan sikap yang otooriter. Taylor dan User, strategi umum membina disiplin antara lain :
  • Konsep diri : faktor penting setiap perilaku. Untuk menumbuhkan, pemimpin bersikap empatik, menerima, hangat dan terbuka sehingga pegawai dapat mengeksplorasi pikiran dan perasaannya dalam memecahkan masalah.
  • Keterampilan berkomunikasi : pemimpin harus menerima semua perasaan pegawai dengan teknik komunikasi yang dapt menimbulkan kepatuhan dari dalam dirinya.
  • Konsekuensi logis dan alami.
  • Klarifikasi nilai : membantu pegawai menjawab pertanyaan sendiri tentang nilai dan membentuk sistem nilai sendiri.
  • Latihan keefektifan pemimpin : tujuannya untuk menghilangkan metode represif dan kekuasaan.
  • Terapi realitas : pemimpin bersikap positif dan tanggung jawab untuk menerapkan perlu melihat situasi dan paham faktor yang mempengaruhi.
b.      Pembangkitan Motivasi
Merupakan faktor dominan kearah efektivitas kerja. Menurut Maslow, motivasi adalah tenaga pendorong dari dalam yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu atau berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Ada 2 jenis motivasi menurut Owen, yaitu instrinsik dan ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah motivasi yang dating dari dalam diri seseorang, sedangkan ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar diri seseorang. Istilah motivasi sering digunakan secara bergantian dengan istilah kebutuhan (need), keinginan (want), dorongan (drive), dan gerak hati (impuls). Berikut ini adalah teori – teori motivasi :
1)      Teori Maslow (teori hierarkhi kebutuhan).
Maslow membagi kebutuhan manusia dalam 5 kategori :
  • Kebutuhan fisiologis (psysiological needs) : merupakan kebutuhan paling rendah, memerlukan pemenuhan yang paling mendesak (contoh : makanan, minuman).
  • Kebutuhan rasa aman (safety needs) : memperoleh ketentraman, kepastian dan keteraturan dari keadaan lingkungan (contoh : pakaian, rumah)
  • Kebutuhan kasih sayang (belongingness & love needs) : mengadakan hubungan afektif / ikatan emosional dengan individu lain, sesame jenis maupun lain jenis.
  • Kebutuhan akan rasa harga diri (esteem needs) : penghargaan dari diri sendiri dan dari orang lain.
  • Kebutuhan akan aktualisasi diri (need for self actualization) : kebutuhan paling tinggi, akan muncul jika kebutuhan di bawahnya terpenuhi.
2)      Teori Dua Faktor.
Dikembangkan oleh Fredrick Herzberg. Dia berpendapat ada dua factor penting, yaitu hygiene (lingkungan) dan motivator (pekerjaan itu sendiri). Factor hygiene bersifat preventif terhadap ketidakpuasan dan tidak memotivasi karyawan dalam bekerja.
3)      Teori Alderter.
Alderter membedakan 3 kelompok kebutuhan, yaitu kebutuhan akan keberadaan (existence), kebutuhan berhubungan (relatedness), dan kebutuhan untuk bertumbuh (growth need).
4)      Teori Prestasi McCelland.
McCelland mengatakan bahwa setiap orang mempunyai keinginan untuk melakukan karya yang berprestasi / yang lebih baik dari karya orang lain. Ada 3 kebutuhan manusia, yaitu berprestasi, berafilisasi, dan kekuasaan. Ketiganya merupakan unsur penting dalam menentukan prestasi seorang pekerja.
5)      Teori X dan Teori Y.
Dikembangkan oleh McGregor. Menurutnya, cirri organisasi tradisional pada dasarnya bertolak dari asumsi mengenai sifat dan motivasi manusia. Teori X menganggap sebagian manusia lebih suka di perintah dan tidak tertarik rasa tanggung jawab, masih bersifat anak – anak, tidak suka bekerja, berkemampuan kecil untuk mengatasi masalah organisasi, dan hanya butuh motivasi fisiologi. Oleh karena itu, perlu diawasi secara ketat.
Teori Y menganggap manusia suka bekerja, dapat mengontrol diri sendiri, dan mempunyai kemampuan untuk berkreativitas. Oleh karena itu, tidak perlu diawasi ketat. Kebutuhan terbagi menjadi dua jenis, primer (fisiologis) dan sekunder (sosio psikologis). Ada beberapa prinsip untuk memotivasi pegawai untuk meningkatkan kinerja, yaitu kegiatan yang menarik dan menyenangkan, tujuan kegiatan disusun jelas dan di informasikan, pegawai juga dilibatkan dalam penyusunan tujuan, pemberitahuan hasil kerja, pemberian hadiah lebih baik dari hukuman, memanfaatkan sikap, cita-cita,dan rasa ingin tahu pegawai, memperhatikan perbedaan individual pegawai, memenuhi kebutuhan dengan memperhatikan kondisi fisik, member rasa aman, menunjukkan bahwa pemimpin memperhatikan mereka, dan mengatur pengalaman sedemikian rupa sehingga pegawai memperoleh kepuasaan dan penghargaan.
Castetter mengemukakan 4 kriteria kinerja yaitu : karakteristik personil (kinerja meliputi kemampuan, ketrampilan, kepribadian, motivasi), proses (kecocokan dengan standar kinerja yang telah ditentukan), hasil (hasil nyata kualitas / kuantitas), serta kombinasi ketiganya. Menurut Mitchell criteria kinerja dalam Area Performance adalah kualitas kerja, ketepatan, inisiatif, kemampuan, dan komunikasi. Sedangkan Steers menggunakan 3 faktor untuk menilai kinerja yaitu kemampuan dan minat pegawai, kejelasan penerimaan atas peranan pegawai, dan tingkat motivasi pegawai. Kriteria menilai kinerja pegawai dalam MBS antara lain, pemahaman tentang tugas dan tanggung jawab, kemampuan dan keterampilan, semangat yang tinggi, serta berinisiatif dan berkemampuan tinggi.
6)      Penghargaan (rewards).
Penghargaan penting untuk meningkatkan kegiatan produktif dan mengurangi kegiatan yang kurang produktif. Penggunaannya sebaiknya secara efektif dan efisien agar tidak menimbulkan dampak negatif.
2.5     Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Konteks MBS
Kepala sekolah (schol administrator) memegang peranan kunci dalam keberhasilan aplikasi MBS. Bekal kemampuan, keahlian, dan keterampilan menjadi bekal keniscayaan bagi kepala sekolah untuk mampu menjalankan roda lembaganya secara berbasis MBS. Esensi mengenai kemampuan kepala sekolah di dalam mengelola pendidikan telah banyak dibahas dalam literatur akademik yang relevan. Kajian itu pada intinya dirakit sebagai suatu pemikiran para penulis ke arah perbaikan profesionalisme manajemen pendidikan menuju kinerja pendidikan yang bermutu, dalam makna efektif, efisien, dan sehat. Pendidikan yang bermutu, baik proses maupun produknya merupakan instrumen utama bagi penyelesaian persoalan-persoalan sosial dan kemanusiaan yang ada di Indonesia, terutama dalam rangka menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas.
Kembali ke pemikiran tersebut, jelaslah bahwa kepala sekolah harus dipilih dari kalangan guru yang benar-benar memiliki pengalaman, wawasan, dan kompetensi yang sesuai. Kepala sekolah harus mampu menampilkan kepemimpinan tim (tim leadership) bersama wakil kepala sekolah, demikian juga dengan guru dan staf lainnya. Mereka ini bukan tidak mungkin nantinya dipilih oleh anggota Komite Sekolah (School Board), yang anggotanya dapat terdiri dari guru-guru, tokih masyarakat, LSM penyelenggaraan pendidikan, alumni siswa, lembaga bisnis, para pakar, dan pihak-pihak lain yang dipandang relevan. Secara tim, kepala sekolah akan memerankan fungsi memimpin sekolahnya, termasuk dalam kerangka desain strategis dan arah, mengembangkan dan mengoptimalkan rencana perbaikan sekolah, mengukur dan melaporkan kemajuan yang dicapai.
Disamping itu, kepala sekolah dan tim harus mampu menjalankan komunikasi dengan masyarakat, mengelola sumber-sumber, bekerja sama dengan orang tua murid dan keluarga, serta membuat kebijakan dan praktik kerja manjur bagi perbaikan prestasi belajar siswa. Di samping menjalankan roda kepemimpinan di sekolahnya, kepala sekolah dan tim harus mampu melakukan hubungan yang sinergis dengan Dinas Diknas, pemerintah Kabupaten atau Kota, dan pengguna lain dalam kerangka :
a.       Mendesian program pendidikan dan pembelajaran;
b.      Menjadwalkan program pendidikan dan pembelajaran;
c.       Pengembangan staf;
d.      Program-program efektif;
e.       Menyeleksi material pembelajaran;
f.       Penganggaran;
g.      Pencarian dana;
h.      Optimalisasi penggunaan bangunan;
i.        Pendistribusian dana
j.        Optimalisasi penggunaan bangunan;
k.      Mewawancarai staff;
l.        Menugaskan staff;
m.    Membangun semangat bagi orang tua dengan guru;
n.      Menggunakan tenaga dari luar yang akan melakukan fungsi profesional dan layanan lain;
o.      Pengaturan seragam siswa;
p.      Tugas-tugas lainnya.
2.6   Kepemimpinan Kepala Sekolah Yang Efektif.
Kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan. Sehubungan dengan MBS, kepala sekolah dituntut untuk senantiasa meningkatkan efektifitas  kerja. Dengan begitu, MBS sebagai paradigma baru pendidikan dapat memberikan hasil yang memuaskan.
Kinerja kepemimpianan kepala sekolah dalam kaitannya dengan MBS adalah segala upaya yang dilakukan dan hasil yang dapat dicapai oleh kepala sekolah dalam menginplementasikan MBS di sekolahnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Agar kepala sekolah mampu mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan efesien maka seorang kepala sekolah harus memiliki lima kompetensi sebagaimana yang diatur dalam Permendiknas nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah yang meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial Sehubungan dengan itu, kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam MBS dapat dilihat berdasarkan kriteria berikut :
1.      Mampu memberdayakan guru-guru untuk malaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif.
2.      Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan;
3.      Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan penddikan;
4.      Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di sekolah;
5.      Bekerja dengan tim manajemen;
6.      Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
2.7  Tipe-tipe Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Pelaksanaan MBS.
Kemampuan kepala sekolah menjalankan kepemimpinan partisipatif (partisipative leadership) menjadi persyaratan utama manajemen sekolah berbasis MBS. Meski begitu, sebagai “manusia biasa” perilaku kepala sekolah dalam memimpin sekolahnya akan beragam karena faktor-faktor kontekstual, kondisi kelompok subjek yang dipimpin, dan faktor individual kepala sekolah itu sendiri. Bertolak dari perilaku pemimpin dalam sekelompok manusia dalam organisasional, karena dapat mengelompokkan kepemimpinan seseorang dalam tipe-tipe tertentu yang masing-masing memiliki ciri-ciri tersendiri. Adapun tipe-tipe kepemimpinan tersebut, seperti di bawah ini.
1.      Pemimpin Otokratik
Kata  otokratik dapat diartikan sebagai tindakan menurut kemauan sendiri, setiap produk pemikiran dipandang benar, keras kepala, atau rasa “aku” keberterimaannya pada khalayak bersifat dipaksakan. Ketika perilaku atau sikap itu ditampilkan oleh pemimpin, lahirlah disebut dengan kepemimpinan otokratik atau kepemimpinan otoriter. Kepemimpinan otokratik bertolak bahwa pemimpin yang memilki tanggung jawab penuh terhadap organisasi. Pemimpin otokratik berasumsi bahwa maju mundurnya organisasi tergantung pada dirinya. Dia bekerja sungguh-sungguh, belajar keras, tetib, dan tidak boleh dibantah. Sikapnya senantiasa mau menang sendiri, tertutup terhadap ide dari luar , dan hanya idenya yang dianggap akurat.

2.      Pemimpin Demokratis
Inti demokrasi adalah keterbukaan dan keinginan memosisikan pekerjaan dari, oleh, dan untuk bersama.tipe kepemimpinan demokrasi bertolak dari asumsi bahwa hanya dengan kekuatan kelompok, tujuan yang bermutu dapat dicapai. Pimpinan yang demokratis beusaha lebih banyak melibatkan anggota kelompok dalam memacu tujuan. Tugas dan tujuan dibagi menurut bidang masing-masing. Dengan interaksi dinamis, dimaksudkan bahwa kepemimpinan mendelegasikan tugas dan memeberikan kepercayaan kepada yang dipimpin untuk mencapai tujuan yang bermutu secara kuantitatif.
3.      Kepemimpinan Permisif
Kata permisif bisa serba boleh, serba mengiyakan, tidak mau ambil pusing, tidak bersikap dalam makna sikap sesunguhnya, dan apatis. Pemimpin yang permisif tidak mempunyai pendirian yang kuat, sikapnya serba boleh. Pimpinan yang termasuk kategori ini biasanya terlalu banyak mengambil muka dengan dalih untuk mengenakkan individu yang dihadapinya. Dia memberikan kebebasan kepada manusia organisasional, begitu boleh, begitu boleh, dan sebagainya. Bawahan tidak memiliki pegangan yang jelas, informasi yang diterima simpang diur dan tidak konsisten.
 2.8 Peran Kepala Sekolah Dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah.
Dalam implementasi manajemen berbasis sekolah seorang kepala sekolah idealnya dapat berperan sebagai educator, manajer, supervisor, administrator, inovator, dan leader.
1.      Kepala Sekolah Sebagai Educator.
Sebagai Educator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalitas tenaga kependidikan di sekolahnya, menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasihat kepada warga sekolah,memberikan dorongan kepada tenaga kependidikan, melaksanakan model pembelajaran yang menarik, seperti: team teaching, moving class. Untuk menjalankan peran yang demikian maka pengalaman merupakan factor penting.
2.      Kepala sekolah sebagai Manajer.

Sebagai Manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerjasama, memberi kesempatan kepada tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menjunjung program sekolah.

3.      Kepala sekolah sebagai Supervisor.

Tugas kepala sekolah sebagai supervisor adalah mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan. Kepala sekolah sebagai supervisor harus diwujudkan dalam kemampuan menyusun dan melaksanakan program supervisi pendidikan serta memanfaatkan hasilnya. Supervisi yang dilakukan kepala sekolah ini bisa dilakukan dengan observasi di kelas maupun diskusi untuk memecahkan masalah bersama.

4.      Kepala sekolah sebagai Administrator.

Sebagai Administrator, Kepala sekolah harus memiliki kemampuan dalam mengelola administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan, dan pendokumentasian administrasi. Administrasi yang perlu dikelola meliputi : administrasi kurikulum, administrasi peserta didik, administrasi personalia, administrasi sarana prasarana, administrasi kearsipan dan administrasi keuangan.
2.9  Keterampilan Kepemimpinan Kepala Sekolah.
Di lingkungan dunia pendidikan, ada seperangkat keterampilan yang harus dimiliki kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan dalam melaksanakan sejumlah tugas. Ketika pengelolaan sekolah makin didorong tumbuh secara otonom sejalan dengan kebijakan desentralisasi pendidikan, kepala sekolah yang terampil menjadi sebuah tuntutan. Keterampilan kepala sekolah itu dimaksudkan sebagai bekal bagi mereka untuk dapat melaksanakan manajemen pendidikan atau manajemen sekolah berbasis MBS secara lebih baik. Dengan keterampilan tersebut, diharapkan kepala sekolah dapat melaksanakan tugas secara efektif dan efisien.
Pada spektrum yang lebih luas, manajer atau pemipin merupakan subjek yang sangat menentukan efektif tidaknya manjemen organisasi. Kegagalan sistem memacu tujuan, sebagian besar adalah akibat langsung dari ketidakmampuan faktr manusia bergerak secara kondusif, dan ketidakmampuan itu adalah buah dari rendahnya kemampuan pemimpin, Robert L. Katz mengatakan bahwa keterampilan yang harus dimiliki oleh administrator yang efektif adalah keterampilan teknis (technical skill), keterampila hubungan manusia (human relation skill), dan keterampilan konseptual (conceptual skill). Ketiga jenis keterampilan dimaksud dijelaskan berikut ini.
1.      Keterampilan Teknis
Keterampilan teknis adalah keterampilan menerapkan pengetahuan teoritis ke dalam tindakan praktis, kemampuan memecahkan masalh melalui taktik yang baik, atau kemampuan menyelesaikan tugas secara sistematis. Keterampilan teknis ini biasanya dimiliki orang-orang yang menduduki jabatan tingkat menengah atau tingkat bawah. Mereka terampil dalam menggunakan teknik, prosedur, atau prakarsa baru, terutama yang berhubungan d engan benda mati. Keterampilan ini erat kaitannya dengan gerak motoris atau keterampilan tangan (manual).
2.      Keterampilam hubungan Manusiawi
Keteampilan hubungan manusiawi adalah keterampilan untuk menempatkan diri di dalam kelompok kerja dan keterampilan menjalin komunikasi yang mampu menciptakan kepuasan kedua belah pihak. Hubungan manusiawi melahirkan suasana kooperatif dan menciptakan kontak manusiai antarpihak yang terlibat. Administrator atau manajer, di samping berhadapan dengan benda, konsep dan situasi, juga menghadapi manusia. Bahkan bagi pimpinan puncak (top manajement) menghadapi manusia menghadapi posisi terbesar, lebih dari separuh aktivitas rutinnya.
3.      Keterampilan Konseptual
Keterampilam konseptual adalah kecakapan untuk memformulasikan pikiran, memahami teori-teori, melakukan aplikasi, melihat kecenderungan berdasarkan kemampuan teoritis dan yang dibutuhkan di dalam dunia kerja. Kepala sekolah atau apara pengelola satuan pendidikan dituntut dapat memahami konsep  dan teori yang erat hubungannya dengan pekerjaan.
Demikian halnya untuk dapat melaksanakan praktik administrasi yang efektif, seseorang administrator harus memahami teori-teori administrasi. Keterampilan konseptual antara lain tercermin dalam pemahaman terhadap teori secara luas dan mendalam, kemampuan mengorgansasikan pikiran, keberanian mengeluarkan pendapat secara akademik, dan kemampuan mengorelasikam bidang ilmu yang dimiliki dengan berbagai situasi.
Keterampilan yang dimiliki oleh pimpinan organisasi memungkinkan organisasi itu mencapai keuntungan ganda. Keuntungan ganda dapat diperoleh jika pimpinannya mempunyai keterampilan konseptual, manual, ketersmpilsn bekerja sama dengan pemerintah, kematangan menganalisis peluang, dan lain-lain. Keterampilan yang dimiliki kepala sekolah ditujukan kepada upaya mencapai tujuan pendidikan pada umumnya dan kedewasaan anak didik pada khusnya. Bagi pemimpin pendidikan, yang paling pentig adalah menciptakan tradisi tertentu demi terselenggaranya program pembelajaran secara baik dengan cara yang lebih personal, administratif, formal, manusiawi,proporsioanal, dan proyektif.
2.10  Kepemimpinan Transformasional Dalam Kerangka MBS.
Kemampuan melakukan transformasi aneka sumber daya sekolah dimutlakkan dalam kerangka kepemimpinan sekolah yang dikelola secara berbasis MBS. Misalnya, mentransformasikan visi menjadi realita, panas menjadi energi, potensi menjadi aktual, laten menjadi manifes, dan sebagainya. Transformasional, karenanya, mengandung makna sifat-sifat yang dapat mengubah sesuatu menjadi bentuk lain, misalnya mengubah energi potensial menjadi energi aktual atau motif berprestasi menjadi prestasi riil. Dengan demikian, seorang kepala sekolah disebut menerapkan kaidah kepemimpinan transformasional, jika dia mampu mengubah energi sumber daya, baik manusia, instrumen, maupun situasi untuk mencapai tujuan reformasi sekolah.
Kepemimpian transformasional adalah kemampuan seorang pemimpin bekerja dengan dan / atau melalui orang lain untuk menstransformasikan secara optimal sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan target capaian yang telah ditetapkan. Sumber daya dimaksud dapat berupa SDM, fasilitas, dana, dan faktor-faktor eksternal keorganisasian. Di organisasi sekolah, SDM dimaksud dapat berupa pimpinan, staf, bawahan, tenaga ahli, guru, dosen, widyaiswara, peneliti, dan lain-lain.
Di Indonesia, esensi kepemimpinan transformasional, sejatinya masih relatifjarang menghiasi literatur akademik, khususnya literatur kepemimoinan organisasi sekolah. Gaya kepemimpinan transformasional seperti gaya demokratis, otoriter, demokrasi semu, situsional, dan lain-lain, agaknya ia harus menjadi basis kepala sekolah dalam melakukan transformasi tugas keseharian. Aplikasi gaya kepemimpinan transformasional pada organisasi-organisasi sekolah sangat ideal. Segala potensi organisasi sekolah dapat ditransformasikan menjadi aktual dalam kerangka mencapai tujuan lembaga.















BAB III

KESIMPULAN

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan konsep pengelolaan sekolah yang ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di era desentralisasi pendidikan. Untuk mewujudkan harapan terhadap sekolah dan persekolahan, dibutuhkan beberapa faktor pendukung untuk mewujudkan harapan terhadap sekolah , antara lain adalah faktor pemimpin atau kepemimpinan yang mampu mengarahkan sebuah visi menjadi misi bersama. Kepemimpinan adalah setiap perbuatan yang dilakukan individu atau kelompok untuk mengoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok yang tergabung di dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan ynag telah ditetapkan sebelumnya. Kepemimpinan berkaitan dengan masalah kepala sekolah dalam meningkatkan kesempatan untuk mengadakan pertemuan secara efektif dengan para guru dalam situasi yang kondusif. seseorang yang menjalankan fungsi kepemimpinan setidaknya harus memiliki pesyaratan atau sifat-sifat sebagai berikut.
1.      Bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Memiliki Intelegensi yang Tinggi.
3.      Memiliki Fisik yang Kuat.
4.      Berpengetahuan Luas, Baik, Teoretis Maupun Praktis.
5.      Percaya Diri.
6.      Dapat Menjadi Anggota Kelompok.
7.      Adil dan Bijaksana.
8.      Tegas dan Berinisiatif.
9.      Berkapasitas Membuat Keputusan.
10.  Memiliki Kestabilan Emosi.
11.  Sehat Jasmani dan Rohani.
12.  Bersikap prospektif.
faktor kepemimpinan-lah yang mampu menggerakkan organisasi menjadi efektif, sementara para manajemen akan menjalankan tugasnya agar lebih efisien. Namun demikian, gaya kepemimpinan adalah cara yang dipergunakan pemimpin dalam mempengruhi para pengikutnya. Untuk memahami gaya kepemimpinan, sedikitnya dapat dikaji dari tiga pendekatan utama, yaitu pendekatan sifat, perilaku, dan situasonal.
Dalam rangka melaksanakan MBS, kepala sekolah sebagai pemimpin, harus memiliki berbagai kemampuan diantaranya yang berkaitan dengan pembinaan disiplin pegawai dan motivasi, sebab kepala sekolah (schol administrator) memegang peranan kunci dalam keberhasilan aplikasi MBS. Disamping itu, kepala sekolah dan tim harus mampu menjalankan komunikasi dengan masyarakat, mengelola sumber-sumber, bekerja sama dengan orang tua murid dan keluarga, serta membuat kebijakan dan praktik kerja manjur bagi perbaikan prestasi belajar siswa. kepemimpinan seseorang dalam tipe-tipe tertentu yang masing-masing memiliki ciri-ciri seperti :
1.      Pemimpin Otokratik
2.      Pemimpin Demokratis
3.      Pemimpin Permisif
Dalam implementasi manajemen berbasis sekolah seorang kepala sekolah idealnya dapat berperan sebagai educator, manajer, supervisor, administrator, inovator, dan leader. Agar kepala sekolah mampu mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan efesien maka seorang kepala sekolah harus memiliki lima kompetensi sebagaimana yang diatur dalam Permendiknas nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah yang meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial. Robert L. Katz mengatakan bahwa keterampilan yang harus dimiliki oleh administrator yang efektif adalah keterampilan teknis (technical skill), keterampila hubungan manusia (human relation skill), dan keterampilan konseptual (conceptual skill). Kemampuan melakukan transformasi aneka sumber daya sekolah dimutlakkan dalam kerangka kepemimpinan sekolah yang dikelola secara berbasis MBS. Misalnya, mentransformasikan visi menjadi realita, panas menjadi energi, potensi menjadi aktual, laten menjadi manifes, dan sebagainya.